Quantcast
Channel: Features – Jagat Review
Viewing all 1742 articles
Browse latest View live

Review The Legend of Korra: Kekecewaan Berat Para Fans!

$
0
0
Legend of Korra jagatplay (32)

Legend of Korra jagatplay (32)

Legend of Korra jagatplay (2) Sebagian besar dari Anda tentu saja familiar dengan kata “Avatar”. Kita tidak tengah membicarakan para mahkluk biru jangkung dari film garapan James Cameron yang berhasil memukau dunia, tetapi sebuah seri film animasi dari Nickelodeon. Sempat diputar oleh televisi swasta di Indonesia, perjalanan sang Avatar yang merupakan representasi dari keseimbangan dunia membuat banyak orang jatuh hati. Terlepas dari gaya animasinya yang mungkin terlihat anak-anak di awal season, Avatar: The Last Airbender membuktikan tajinya di season akhir, dengan karakter memorable, plot yang kompleks, dan animasi pertempuran yang memukau. Sensasi yang kian disempurnakan di sang seri kelanjutan – The Legend of Korra. Setelah tewasnya Aang dan dinamika dunia yang berubah drastis dengan perkembangan teknologi yang kian modern, Korra berhadapan dengan bentuk masalah yang berbeda. Satu yang pasti, The Legend of Korra semakin membuktikan diri sebagai sebuah seri Avatar yang solid. Kesempatan untuk mempelajari asal usul lahirnya Avatar dan reinkarnasinya di Season 2, pertempuran keren dengan villain super memorable di Season 3, dan konflik sosial yang kompleks di Season 1 berhasil menyihir begitu banyak fans seri Avatar original, termasuk kami. Dengan rasa cinta kami yang begitu besar sebagai fans seri ini, tidak ada yang lebih membahagiakan selain menemukan fakta bahwa Korra akan mendapatkan seri game-nya sendiri. Bagian terbaik? Platinum Games – developer Jepang dengan track record game action yang tidak perlu diragukan lagi, dinobatkan sebagai si developer. Dengan semua antisipasi dan campur tangan Platinum ini, bagaimana performa akhir yang ditawarkan oleh The Legend of Korra versi video game ini? Mengapa kami justru menyebutnya sebagai seri game yang mengecawakan para fans, termasuk kami? Review ini akan membahasnya lebih dalam untuk Anda.

Plot

The Legend of Korra versi video game ini mengambil setting antara Season 2 dan 3 versi film serinya. Berbeda dengan proyek adaptasi serupa yang biasanya mengadaptasi petualangan versi film seri originalnya menjadi video game, The Legend of Korra versi video game ini hadir sebagai sebuah seri spin-off, menawarkan jalinan cerita yang tidak pernah dimuat di film serinya. Diserang oleh para Chi Blocker yang berhasil menghilangkan kemampuan bendingnya, Korra harus berhadapan dengan ancaman baru. Sosok pria misterius yang tampaknya menjadi dalang dari semua kekacauan ini. Mengambil setting antara Season 2 dan 3, Korra harus berhadapan dengan bentuk ancaman baru setelah membuka portal dunia Spirits dan dunia manusia di akhir Season 2. Secara tiba-tiba, ia harus berhadapan dengan para pasukan Chi Blocker yang tanpa alasan yang jelas, berusaha menyerang dan menawannya. Di tengah kondisi terdesak inilah, Korra melihat sesosok pria tua misterius yang disinyalir menjadi otak di belakang serangan ini. Diserang dengan menggunakan jarum di beberapa titik, Korra yang terbangun menemukan bencana baru – ia kehilangan semua kemampuan pengendalian elemennya. Misi untuk mencari jawaban pun dimulai. Berjuang kembali mendapatkan kembali kemampuan bending keempat elemennya, Korra berusaha mencari tahu siapa pria tua yang ia hadapi ini. Bergerak ke Republic City dan berusaha menemui Tenzin – anak Aang yang juga menjadi guru Air-Bending-nya, Korra berusaha mendapaktan kembali kekuatan pengendaliannya, satu per satu. Namun seperti yang bisa diprediksi, sang pria tua misterius ini tidak akan membiarkan hal ini terjadi begitu saja. Di sepanjang perjalanan, puluhan Chi Blocker ditugaskan untuk menghalangi jalan Korra yang tidak berdaya. Tidak hanya Chi Blocker, sang tokoh antagonis utama ini juga berhasil merekrut para Benders dari beragam elemen serta Mecha Tank yang terlihat mengancam. Mampukah Korra mendapatkan kekuatannya kembali? Siapa pria misterius ini dan motif apa yang melatarbelakangi aksinya? Semua jawaban dari pertanyaan ini bisa Anda dapatkan dengan memainkan The Legend of Korra ini.

Review The Evil Within: Kenikmatan Survival Horror Klasik!

$
0
0
The Evil Within_20141019211926

The Evil Within_20141019211926

The Evil Within_20141016145657 Sebuah ironi memang melihat sebuah franchise yang di masa lalu, disebut-sebut sebagai akar popularitas genre survival horror justru berkembang menjadi sebuah game yang lebih pantas disebut sebagai game action. Benar sekali, kita tengah membicarakan Resident Evil. Tidak mengherankan jika kondisi seperti ini akhirnya mendorong sang otak di balik franchise ini – Shinji Mikami yang sudah hengkang dari Capcom untuk melemparkan reaksi keras. Tidak dalam bentuk umpatan atau pernyataan tertulis, tetapi lewat sebuah karya lain yang begitu diantisipasi – The Evil Within. Bersama dengan studio barunya – Tango Gameworks dan bernaung di bawah bendera Bethesda, Mikami ingin mengembalikan identitas genre survival horror itu sendiri. Anda yang sempat membaca preview kami sebelumnya tentu saja sudah punya sedikit gambaran akan apa yang ditawarkan The Evil Within ini. Berangkat dari rasa paranoia bahwa kami mungkin tidak akan cukup berani untuk menikmati game yang satu ini, The Evil Within ternyata tidak semenyeramkan yang kami bayangkan, apalagi jika dibandingkan dengan game-game horror yang tidak memungkinkan Anda untuk melakuan perlawanan seperti Oulast atau P.T. Resource yang terbatas memang senantiasa membuat Anda merasa berada di ujung tanduk, namun tidak lantas “merebut” sensasi kontrol atas nasib Anda sendiri. Jika Mikami ingin menciptakan sebuah game yang benar-benar mengusung genre survival horror, maka impresi pertama yang ia tawarkan pantas menyandang predikat tersebut Lantas, apa yang sebenarnya ditawarkan oleh The Evil Within ini? Mengapa kami menyebutnya sebagai sebuah kenikmatan survival horror klasik? Review ini akan membahasnya lebih dalam untuk Anda.

Plot

Anda berperan sebagai seorang detektif kawakan bernama Sebastian "Seb" Castellanos. Darah, kematian, dan kasus pembantaian besar-besaran di Rumah Sakit Jiwa Beacon di kota Krimson akhirnya mendorong detektif handal, sekaligus sang tokoh protagonis utama – Sebastian “Seb” Castellanos untuk keluar dari “sarang”-nya. Bersama dengan dua orang partner utamanya – Joseph dan Julie, Seb menemukan kondisi rumah sakit jiwa yang penuh dengan mayat dan darah, yang tidak bisa dijelaskan secara rasional. Investigasi ringan yang ia lakukan mempertemukan Seb dengan sosok karakter misterius dengan wajah yang mulai hancur lewat kamera keamanan. Tidak hanya sosoknya yang mengancam, karakter ini juga bergerak tidak seperti manusia biasanya. Cepat, mematikan, bahkan Seb yang terhitung veteran tak punya kesempatan untuk melakukan apapun. Si karakter misterius ini membuat Seb jatuh pingsan. Menyelidiki kasus pembantaian di rumah sakit Beacon, Seb berhadapan dengan mimpi buruk yang tidak pernah ia perkirakan sebelumnya. Sosok pria misterius berjubah putih yang akhirnya diketahu bernama Ruvik ini ditengarai sebagai tersangka utama. Tidak sadarkan diri untuk waktu yang cukup lama, Seb terbangun dengan kondisi yang bahkan lebih absurd dibandingkan sebelumnya. Ia terperangkap di sebuah ruangan menyeramkan yang berisikan sosok raksasa kanibal yang tengah memotong-motong tubuh tanpa ampun. Bergerak sembunyi-sembunyi sembari berusaha memastikan diri selamat, Seb ternyata harus berhadapan dengan para monster yang siap untuk menghabisi nyawanya – The Haunted. Di tengah perjalanan inilah, Seb menemukan fakta bahwa ia ternyata bukanlah satu-satunya orang yang selamat dari mimpi buruk ini. Ia juga bertemu dengan seorang dokter dari rumah sakit yang sama – Marcelo Jimenez yang tengah berusaha mencari sang pasien penting bernama Leslie Withers. Berhasil keluar dari rumah sakit ini, ia bahkan berhadapan dengan kejadian yang lebih mengejutkan. Tak sadarkan diri karena serangan Ruvik, Seb menemukan dirinya terdampar di rumah jagal yang berisikan potongan tubuh manusia. Berusaha melarikan diri bersama dengan dua orang rekannya - Julie dan Joseph, serta seorang dokter bernama Martinez dan pasiennya - Leslie, Seb terjebak dalam kekacauan skala masif. Kemarahan Ruvik  membuat kota Krimson luluh lantak. Kemarahan sang karakter berjubah putih misterius yang akhirnya lebih dikenal dengan nama Ruvik ternyata bukanlah sekedar amuk biasa. Ruvik berhasil membuat kota Krimson hancur berantakan, dengan gedung-gedung tinggi yang saling menimpa satu sama lain, dengan jalan yang luluh lantak tidak terkendali. Di tengah kekacauan ini, Seb yang berusaha menyelamatkan diri ternyata tidak bisa berbuat banyak. Ruvik berhasil menghentikan usaha Seb dan teman-teman, membuat mereka terpencar lebih jauh. Mimpi buruk Seb belum berakhir, tetapi baru akan dimulai. Sebuah misi investigasi, menjadi misi bertahan hidup. Berhasil selamat dari kecelakaan yang memisahkan karakter-karakter ini, Seb justru jatuh ke dalam pusaran kejadian absurd yang mencekam. Apa yang sebenarnya tengah terjadi dengan Seb? Siapa pula sosok Ruvik ini? Lantas siapa sebenarnya Ruvik ini? Mengapa ia memiliki kekuatan yang begitu besar? Ancaman seperti apa yang harus ditemui oleh Seb? Mampukah ia bertemu dan menyelamatkan dua partnernya yang lain – Joseph dan Julie? Apa yang sebenarnya terjadi dengan semesta yang harus dihadapi oleh Seb ini? Semua jawaban dari misteri ini bisa Anda temukan dengan memainkan The Evil Within ini.

Review Firmware 2.0 – Masamune PS4: Tangis Gamer PS4 Indonesia?

$
0
0
Update firmware 2 0 ps 4 jagatplay (13)

Update firmware 2 0 ps 4 jagatplay (13)

Playstation 4 - JagatPlay Sebuah konsol gaming tidak lagi sekedar diciptakan sebagai platform yang memang didesain hanya untuk gaming. Dengan perkembangan teknologi yang memungkinkan perangkat keras dan perangkat lunak untuk mengerjakan banyak pekerjaan sekaligus, konsol mulai berubah fungsi menjadi sebuah perangkat multimedia terpadu yang bisa digunakan untuk menikmati beragam konten menarik, di luar gaming, tentunya. Dengan dukungan sistem operasi yang disematkan di dalamnya, para produsen juga kini punya kesempatan untuk terus memperbaharuinya, memperbaiki fitur yang ada atau bahkan menyuntikkan fungsi yang belum pernah ada sebelumnya. Hal inilah yang dilakukan Sony dengan update besar Playstation 4 yang terbaru – Firmware 2.0, atau yang seringkali disebut sebagai Masamune. Masamune merupakan jawaban Sony atas banyaknya permintaan gamer Playstation 4 yang mengharapkan tambahan fitur, dari sekedar kosmetik hingga dukungan media sosial yang lebih baik untuk berbagi konten multimedia yang mereka ciptakan. Lantas apa yang ditawarkan oleh Firmware update terbaru ini? Mengapa kami menyebutnya sebagai firmware yang akan membuat banyak gamer Playstation 4 Indonesia menangis?

USB Music Player

USB Music Player Harus diakui, tidak sedikit game di Playstation 4 yang hadir dengan mekanik gameplay yang repetitif, seperti Destiny misalnya. Game racikan Bungie Studios dengan konten minim ini akan memaksa Anda untuk menempuh misi yang sama berulang-ulang, apalagi jika Anda tengah sibuk farming atau mencari item tertentu. Gameplay repetitif berarti memaksa Anda untuk mendengar OST, dialog, dan sound effect yang sama berulang-ulang. Bosan? Masamune kini menyuntikkan satu fitur baru yang mungkin sudah lama Anda nantikan – USB Music Player. Tinggal masukkan file musik Anda ke folder "music" di external storage berbasis FAT32, pasang, dan fitur USB Music Player ini akan otomatis keluar. Bisa memutar file .mp4, namun hanya audio. Seperti nama yang ia usung, aplikasi ini bisa digunakan untuk memutar file musik di Playstation 4 Anda dan menjadikannya sebagai suara yang berjalan di background. Anda hanya tinggal memasukan file musik Anda ke dalam satu folder bernama  “music” dan menyematkannya di flashdisk atau harddisk eksternal berbasis FAT32 Anda. Begitu mendeteksi adanya file musik, USB Music Player ini akan secara otomatis muncul dalam deretan aplikasi yang bisa Anda gunakan. Kami juga menjajal file video .mp4 yang kami unduh dari Youtube. Walaupun bisa memutar audio yang ada dari .mp4, aplikasi ini tidak bisa memutar part videonya.

Terintegrasi Youtube

Finally, Youtube! Salah satu terobosan terbesar Masamume adalah integrasi situs video sejuta umat – Youtube yang akhirnya dihadirkan di Playstation 4. Anda kini bisa mengunduh aplikasi native Youtube dan mengintegrasikan akun Gmail Anda di dalamnya, untuk melihat channel-channel langganan Anda secara instan. Menu yang ditawarkan untuk setiap video juga cukup lengkap, termasuk kesempatan untuk melakukan like jika Anda memang menyukai video tersebut. Anda kini juga bisa melakukan upload video gameplay racikan Anda langsung ke Youtube. Tidak serta merta hanya mengunggah, Masamune juga memungkinkan Anda memotong bagian video yang ingin dipertontonkan. Tidak hanya aplikasi Youtube, update ini juga akhirnya memungkinkan gamer Playstation 4 untuk meng-upload video yang mereka buat langsung ke Youtube, setelah sebelumnya hanya bisa melalui Facebook atau di-copy keluar via storage eksternal. Proses untuk upload ini juga terhitung sederhana. Anda hanya tinggal mengakses akun Gmail Anda, mengintegasikannya, dan fitur ini akan secara otomatis bisa langsung digunakan. Walaupun masih gagal ketika kami menjajalnya karena alasan yang tidak jelas (besar kemungkinan karena ketidaksiapan server), namun ini tentu saja menjadi tambahan fitur yang cukup diantisipasi banyak gamer. Bagian terbaiknya? Tidak hanya upload mentah, Anda juga diberi kesempatan untuk memotong bagian video yang ingin Anda unggah secara langsung dengan user-interface yang sangat sederhana dan mudah dikuasai.

Akhirnya, Theme!

Akhirnya, Theme! Theme ini bisa diunduh via PS Store. Masih sedikit memang, namun akan lebih banyak di masa depan. Selama hampir satu tahun, gamer harus berhadapan dengan halaman utama menu Playstation 4 yang terasa begitu hambar dan membosankan. Setelah request yang berulang-ulang, Sony akhirnya mengabulkan permintaan untuk menyertakan fitur “Theme” untuk Playstation 4. Bisa diunduh secara langsung dari Playstation Store, ada tiga theme berbeda yang tersedia saat ini. Setiap theme tidak hanya hadir dengan gerakan dinamis di background, namun juga mengubah tampilan warna tulisan dan musik yang menemani Anda selama memilih menu yang ada.

Review Borderlands – The Pre-Sequel: Hanya Sedikit Berbeda!

$
0
0
Borderlands pre sequel fragrap jagatplay (29)

Borderlands pre sequel fragrap jagatplay (29)

Borderlands pre sequel jagatplay (1) Sebagian besar gamer tentu tidak asing lagi dengan nama Borderlands. Proyek unik racikan Gearbox Software ini memang berhasil menawarkan sebuah konsep gameplay hybrid antara FPS – RPG yang tidak hanya adiktif, tetapi juga menyenangkan di saat yang sama. Sangat mudah jatuh hati dengan franchise yang satu ini, apalagi dengan hadirnya beragam karakter yang aneh dan unik sekaligus gameplay yang memungkinkan Anda untuk “memanen” ribuan Loot untuk melahirkan karakter yang terasa lebih personal. Namun sayangnya, inovasi tampaknya tidak pernah menjadi kekuatan utama franchise ini. Terlepas dari kualitas yang pantas untuk diacungi jempol, dua seri terakhir Borderlands harus diakui tidak banyak berbeda dan mengusung inti mekanik yang serupa satu sama lain. Apakah Gearbox sudah terjebak? Atau mereka masih punya ekstra kejutan? Hanya seri terbaru – Borderlands: Pre-Sequel lah yang pantas menjadi jawaban akan pertanyaan tersebut. Hal ini kian diperparah dengan status Gearbox sebagai developer yang bisa dibilang tidak terlalu konsisten, terutama ketika menjamin kualitas game yang mereka hasilkan. Developer ini mungkin pantas untuk diacungi jempol karena dua seri Borderlands yang keren, tetapi juga menjadi tersangka utama dari hancurnya dua seri game – Aliens: Colonial Marines dan Duke Nukem Forever. Lantas apa yang sebenarnya ditawarkan oleh Borderlands: The Pre-Sequel ini? Mengapa kami menyebutnya sebagai sebuah seri yang hanya sedikit berbeda? Review ini akan membahasnya lebih dalam untuk Anda.

Plot

Sesuai dengan nama yang ia usung, Pre-Sequel mengambil timeline antara seri pertama dan kedua. Menjadikan karakter "Handsome" Jack sebagai fokus utama. Sesuai dengan nama yang ia usung, The Pre-Sequel mengambil timeline cerita antara Borderlands pertama dan kedua, yang mengeksplorasi celah cerita antara keduanya. Dengan mengambil pendekatan seperti ini, The Pre-Sequel memang lebih menargetkan daya tarik utamanya untuk gamer yang sudah setidaknya, mencicipi Borderlands  2 dan memahami karakter ikonik di dalamnya. Karena tanpa pengetahuan sebelumnya, hampir mustahil bagi Anda untuk memahami apa yang tengah terjadi. Siapa yang tidak kenal dengan nama Handsome Jack? Karakter antagonis utama dari Borderlands 2 ini memang berhasil mencuri perhatian gamer, terutama lewat kepribadiannya yang begitu rasional, dingin, dan tidak memiliki empati samas sekali. Popularitas Borderlands 2 akhirnya membawa Handsome Jack sebagai tokoh sentral cerita untuk The Pre-Sequel ini, tentu saja. Progress cerita yang Anda jalani akan memberikan pemahaman, perlahan namun pasti, untuk mengerti latar belakang “lahirnya” sosok Handsome Jack sebelum Anda bertemu dengannya di Borderlands 2. Fokusnya adalah memahami latar belakang cerita, mengapa Jack bisa menjadi karakter yang banyak dipuja gamer di Borderlands 2. Serangan dari para Dahl memaksa Vault Hunters kabur ke bulan dari Pandora - dunia utama kita di dua seri pertama Borderlands - Elpis. Meluncur sebagai sebuah kisah flashback yang diceritakan oleh seorang karakter rogue assassin bernama Athena, Anda akan dibawa ke timeline ketika Jack masih merupakan seorang pekerja kelas rendah untuk perusahaan senjata raksasa – Hyperion. Jack di kala itu, berusaha mengumpulkan tim Vault Hunter yang baru: Athena, Nisha, Wilhelm, dan Fragtrap untuk menyelidiki dan menemukan sang lokasi legendaris – Vault. Namun  malang nasib, sebelum mereka tiba di sana, Hyperion ternyata diserang oleh korporat saingan – Dahl yang hadir dengan pasukan penuh di bahwa pimpinan Zarpedon. Terdampar di Helios yang sudah berada di ujung kehancuran, keempat Vault Hunters ini memutuskan diri untuk kabur ke Elpis – bulan dari planet Pandora, setting yang kita jelajahi di dua seri Borderlands sebelumnya. Dengan menggunakan Eye of Helios, Dahl terus menyerang Elpis. Anda akan bahu-membahu untuk menghentikan kegilaan ini, termasuk dengan karakter ikonik yang tidak lagi asing. Mox..mox..Moxxi? Namun mengungsi ke Elpis ternyata tidak lantas membuat situasi terkendali dan aman. Zarpedon yang kini menguasai Helios terus-menerus menyerang bulan ini menggunakan senjata berkekuatan masif – Eye of of Helios yang mampu menghancurkan apapun secara instan. Jack bersama dengan Vault Hunters tentu saja punya misi baru, memastikan Zarpedon tidak lagi punya kesempatan untuk bersikap sewenang-wenang dengan “mainan” barunya ini. Mengumpulkan kekuatan dan teman seperjuangan di Elpis, pertempuran merebut kembali Helios ternyata tidak sesederhana yang dibayangkan. Markas Hyperion ini ternyata masih punya kejutan lain. Kejutan yang akhirnya membuat Jack menjadi Handsome Jack yang kita “cintai” di Borderlands 2. Lantas, apa yang sebenarnya terjadi pada sosok Jack? Mengapa ia berubah menjadi Handsome Jack yang kita kenal? Apa sebenarnya motifnya? Pertempuran seperti apa yang harus kita hadapi sebagai Vault Hunters yang baru? Semua jawaban dari pertanyaan ini bisa Anda jawab dengan memainkan The Pre-Sequel ini.

GameFight: Destiny vs Borderlands The Pre-Sequel

$
0
0
destiny-vs-borderlands-the-

destiny-vs-borderlands-the-

destiny-vs-borderlands-the- Di tengah perkembangan industri yang kian cepat, bertahan dengan satu genre game dan berusaha menjual produk dari sana tampaknya menjadi sesuatu yang kian mustahil. Banyak developer yang akhirnya terdorong untuk mencari inovasi baru dengan misi utama, menjadikan game yang mereka racik berbeda, unik, namun tetap pantas dinikmati di saat yang sama. Salah satu formula yang berhasil adalah Borderlands, sebuah game hybrid FPS – RPG dalam kadar proporsional yang dikembangkan oleh Gearbox Sofware. Kesempatan untuk menciptakan karakter yang lebih personal lewat segudang loot yang bisa didapatkan dan diseleksi, mekanik gameplay yang cukup kompleks, dan karakter ikonik yang ia usung membuat Borderlands tumbuh menjadi franchise raksasa yang cukup populer. Namun bukan hanya Borderlands yang hadir dengan konsep seperti ini. Game terbaru racikan Bungie Studios selepas dari Halo – Destiny juga berusaha menawarkan hal yang sama. Namun ada satu hal yang membuat Destiny berbeda, bahwa ia mendefinisikan posisinya tidak sebagai sebuah game FPS RPG, tetapi “Shared World Shooter”. Terlalu kecil dan terbatas untuk disebut sebagai MMO, namun menjadikan multiplayer sebagai basis utama untuk menikmati game ini secara maksimal. Dengan sepak terjang Bungie Studios selama ini, tidak heran jika antisipasi terhadap Destiny begitu kuat. Apalagi sang publisher – Activision diklaim menyiapkan dana sekitar USD 500 juta untuk memastikan game ini sukses di pasaran, menjadikan Destiny sebagai proyek game termahal sepanjang masa. Namun ada satu hal yang menjadikan Destiny dan Borderlands sama, di luar mekanik dasar yang mengintegrasikan elemen RPG tentunya, bahwa keduanya menjadikan multiplayer sebagai syarat utama untuk “memanen” pengalaman yang ada secara optimal. Berangkat dari persamaan sifat, genre, dan identitas yang serupa inilah, menjadi hal yang rasional untuk membawa kedua game ini untuk masuk ke dalam arena pertempuran ikonik JagatPlay – GameFight. Siapakah yang akan tampil sebagai yang terbaik? Kami akan meniliknya elemen per elemen, apa yang menjadi kekuatan dan kelemahan setiap darinya.

Plot

Destiny_20140912234048 Borderlands pre sequel jagatplay (169)
Tanpa perlu membahas elemen ini lebih jauh, sebagian besar dari Anda tentu saja sudah bisa menerka siapa yang akan memenangkan bagian elemen yang satu ini. Bungie Studios mungkin sudah teruji berhasil melahirkan sebuah cerita dan dunia kompleks di seri Halo, yang tersusun begitu indah dan menarik untuk dinikmati. Tidak heran jika banyak yang berharap mereka mampu membangun hal yang sama di Destiny. Namun apa yang kita dapatkan? Kekecewaan besar. Berangkat dari satu chapter ke chapter lainnya, tanpa ada narasi atau cut-scene yang memadai untuk menjelaskan kepada Anda apa yang tengah terjadi, Destiny gagal total di elemen yang satu ini. Sementara di Pre-Sequel, ia menawarkan susunan cerita yang cukup baik dengan menjadikan karakter ikonik dari seri keduanya – Handsome Jack sebagai fokus. Setidaknya Anda punya penjelasan yang lebih kuat soal latar belakang tokoh yang begitu memorable ini. Soal plot, Borderlands: The Pre-Sequel jadi jawaranya.

Destiny (0) vs Borderlands: The Pre-Sequel (1)

 

Visualisasi

Destiny_20140911005825 Borderlands pre sequel jagatplay (160)
Sangat disayangkan memang, di tengah popularitas konsol generasi terbaru yang kian naik – Playstation 4 dan Xbox One, Gearbox justru memutuskan untuk merilis Borderlands: The Pre-Sequel ini untuk konsol generasi sebelumnya dan PC. Parahnya lagi, mereka tidak membenahi atau menawarkan sisi visual yang baru sama sekali di Pre-Sequel ini. Anda bahkan masih berkutat dengan masalah klasik – tekstur yang dimuat terlambat setiap kali berganti tempat, seperti seri-seri Borderlands sebelumnya. Sementara di sisi lain, Activision dan Bungie memprioritaskan Destiny untuk dua generasi platform konsol dan mati-matian keempatnya berjalan secara optimal, memaksimalkan setiap bagian kecil performa yang bisa mereka dapatkan. Hasilnya pantas untuk diacungi jempol, dengan visualisasi penuh detail yang pantas untuk diacungi jempol. Destiny menang di arena yang satu ini.

Destiny (1) vs Borderlands: The Pre-Sequel (1)

 

Gameplay/Action

Destiny_20140911115230 Borderlands pre sequel fragrap jagatplay (30)
Tidak berlebihan rasanya untuk menyebut bahwa, baik Destiny maupun Borderlands: The Pre-Sequel memang sama-sama tidak didesain untuk dinikmati seorang diri, dan lebih berfokus pada pengalaman multiplayer yang ada. Dan dari sana pulalah, kita akan membandingkan kedua game ini. Borderlands: The Pre-Sequel hadir dengan desain gameplay yang jauh lebih bisa dinikmati daripada Destiny, walaupun ia tidak memuat mode kompetitif di dalamnya. Alih-alih terpecah ke dalam bentuk misi terpisah, ia tetap mengusung konsep dunia open-world yang bebas dijelajahi dengan variasi misi dan misi sampingan yang jauh lebih banyak. Memang ada kesan repetitif karena jenis misi yang kebanyakan serupa, namun setidaknya ia tidak memaksa Anda untuk mengulang misi yang sama secara berulang-ulang dengan konten yang sama sekali tidak berbeda. Sebagai game yang berfokus pada sisi multiplayer, Borderlands: The Pre-Sequel juga mendukung jelas identitas tersebut. Kesempatan melakukan trade, loot yang terasa adil, beberapa skill tree yang juga menghasilkan efek bagi tim lain,  permainan elemen serang yang berkontribusi besar, hampir semua elemen gameplay Borderlands: The Pre-Sequel mudah dinikmati. Apakah Destiny kalah telak? Tentu tidak. Jika ada satu nilai positif yang bisa diambil dari sisi gameplaynya, maka sensasi memegang senjata dan menembak yang begitu intuitif jadi catatan tersendiri. Namun selain itu, Borderlands: The Pre-Sequel mendominasi.

Destiny (1) vs Borderlands: The Pre-Sequel (2)

 

Character Design

Destiny_20140910233039 Borderlands pre sequel jagatplay (56)
Tugas berat untuk membawa pertempuran masif yang ditawarkan Destiny menjadi punya sedikit kepribadian, terletak di pundak seorang Peter Dinklage – yang menjadi pemandu misi sebagai robot kecil simetris – Ghost. Namun statusnya sebagai aktor ternama tidak lantas membuat voice acts-nya sebagai Ghost luar biasa. Disebut sebagai “Dinklebot”, Ghost tampil dengan intonasi yang datar dan dialog yang tak kalah hambar. Sementara di sisi yang lain, hampir semua karakter yang Anda pilih – Titan, Warlock, Hunter juga tidak mengusung kepribadian yang unik masing-masing, dibalik desain armor-nya yang mungkin keren. Secara garis besar, Destiny terasa seperti sebuah dunia bisu yang menolak untuk berbicara kepada Anda apa yang sebenarnya tengah terjadi, apa yang mereka raskanaa, apa yang membuat mereka berbeda di satu sama lain. Bertolak belakang dengan Borderlands: The Pre-Sequel yang hadir seperti sebuah perjalanan gila penuh warna. Karakter utama yang suka mengumpat, suster berakses Rusia yang berbicara sangat efektif, Fragtrap yang tetap cerewet, hingga Handsome Jack yang terlihat sok jago namun dingin. Mereka mampu menghadirkan kepribadian unik, tidak hanya dari dialog dan ekspersi yang kaya, tetapi juga lewat tampilan visual, menjadikan Elpis terasa “hidup”. Sementara di Destiny, semuanya terasa seperti mayat hidup yang dipaksa berdiri dan berbicara satu patah kata.

Destiny (1) vs Borderlands: The Pre-Sequel (3)

 

Preview Bayonetta 2: Si Tante Seksi Akhirnya Kembali!

$
0
0
Bayonetta 2 jagatplay (30)

Bayonetta 2 jagatplay (30)

Bayonetta 2 jagatplay (83) Sebuah franchise yang menolak mati, kalimat yang satu ini tampaknya pantas untuk menjelaskan posisi Bayonetta, Platinum Games, dan Nintendo saat ini. Terkenal sebagai salah satu developer game action yang tidak perlu lagi diragukan sepak terjangnya, usaha Platinum Games untuk menghadirkan seri sekuel untuk Bayonetta memang bukanlah perjalanan yang mudah. Dibatalkan oleh SEGA, ditolak oleh begitu banyak publisher raksasa yang lain, hanya Nintendo lah yang dengan tangan terbuka, mendukung apa yang diinginkan oleh Platinum Games. Walaupun berakhir menjadi seri eksklusif untuk Nintendo Wii U, sepak terjang terbaru sang penyihir seksi tersebut akhirnya terwujud. Bayonetta 2 akhirnya dirilis ke pasaran.

Kesan Pertama

Anda yang sempat membaca impresi demo kami sebelumnya tentu saja mengerti bahwa keterbatasan perangkat keras Nintendo Wii U memang tidak memungkinkan Bayonetta 2 untuk tampil dengan visual sekelas Playstation 4 atau Xbox One. Walaupun hadir dengan detail karakter yang tetap baik, Anda akan seringkali berhadapan dengan tekstur resolusi rendah, terutama dari sisi lingkungan yang dihadirkan. Seperti konsol generasi sebelumnya, Anda juga harus berhadapan dengan tekstur tanpa anti-aliasing yang membuat visualisasi Bayonetta 2 terlihat bergerigi. Namun tentu saja, hal ini dikompensasi dengan pencapaian yang sangat mendukung statusnya sebagai sebuah game action dengan ritme yang tinggi. Bayonetta 2 berjalan di 60fps, sesuatu yang terasa sangat esensial. Sementara dari sisi gameplay, Anda yang sempat mencicipi seri Bayonetta pasti akan merasa familiar dan tidak akan kesulitan untuk menguasai seri terbaru ini di tingkat kesulitan normal. Alih-alih bertarung secara frontal, kunci keberhasilan terletak pada ritme Anda melakukan parry dan memicu Witch Time – kondisi waktu terhenti yang memungkinkan Anda untuk menyerang lebih bebas tanpa resiko. Mengumpulkan combo yang tepat, Anda bisa memicu serangan lebih kuat via Umbra Climax yang terlihat destruktif. Sangat mudah untuk jatuh hati dengan Bayonetta 2, karena ia menawarkan sensasi gameplay hack and slash beritme cepat yang mungkin kian jarang ditemui saat ini. Dikombinasikan dengan varian musuh yang begitu masif, chapter yang berbeda satu sama lain, setting yang tidak pernah usang, dan beberapa suntikan inovasi baru di sisi gameplay, sulit untuk tidak jauh hati pada seri yang satu ini. Tidak ada kesempatan bagi kadar adrenalin dalam darah Anda turun dan beristirahat, itu yang pasti. Namun, satu hal yang cukup membuat kami pribadi puas, sekaligus lega, adalah fakta bahwa campur tangan Nintendo – yang selama ini seringkali diasosiasikan sebagai produsen konsol “anak-anak”, ternyata sama sekali tidak berpengaruh pada presentasi karakter Bayonetta di seri kedua ini. Anda tetap berhadapan dengan seorang penyihir super kuat dengan daya tarik sensualitas yang luar biasa, seksi, dengan dialog-dialog dingin yang membuatnya dicintai di masa lalu. Anda masih akan berhadapan dengan Bayonetta yang sama, bahkan dengan tampilan rambut yang lebih segar dan kekuatan yang bahkan lebih gila. Perang-perang skala besar menghiasi game ini, bahkan sejak awal-awal permainan. Bagian terbaiknya dari rilis Bayonetta 2 ini? Dengan harga standar sebuah game AAA (atau sekitar 650 ribu rupiah di Indonesia), Anda juga mendapatkan game Bayonetta pertama yang sudah dipermak Nintendo dalam bentuk fisik. What a deal… Sembari menunggu waktu yang lebih proporsional untuk melakuan review, sekaligus menjajal mode multiplayer kooperatif online yang disuntikkan, izinkan kami menawarkan segudang screenshot terbaru di bawah artikel ini untuk membantu Anda mendapatkan sedikit gambaran. Oh Tante..

PS: Klik Gambar untuk Memperbesar

Bayonetta 2 jagatplay (3) Bayonetta 2 jagatplay (21) Bayonetta 2 jagatplay (43) Bayonetta 2 jagatplay (63) Bayonetta 2 jagatplay (85) Bayonetta 2 jagatplay (88) Bayonetta 2 jagatplay (117) Bayonetta 2 jagatplay (119) Bayonetta 2 jagatplay (140) Bayonetta 2 jagatplay (143) Bayonetta 2 jagatplay (148) Bayonetta 2 jagatplay (154) Bayonetta 2 jagatplay (180) Bayonetta 2 jagatplay (198) Bayonetta 2 jagatplay (212) Bayonetta 2 jagatplay (229)

Upcoming Game Release: November 2014

$
0
0
upcoming-november

upcoming-november

upcoming-november

Sudah siapkah dompet Anda? Pertanyaan yang satu ini memang pantas untuk diarahkan untuk menyambut bulan November 2014 ini. Oktober 2014 sempat berpotensi menjadi mimpi buruk karena lusinan game raksasa yang rencananya akan dirilis bulan itu, namun mulai tenang, berkat beragam konfirmasi penundaan. Namun sayangnya, game-game raksasa yang “kabur” dari bulan tersebut mulai memadat ke bulan lain, termasuk November 2014 ini. Semua developer tampaknya tidak lagi menahan diri untuk meluncurkan game andalan mereka di bulan kesebelas 2014 ini, membuatnya menjadi “neraka” tersendiri untuk gamer yang tidak ingin ketinggalan game-game terbaru. Game apa saja yang pantas mendapatkan perhatian bulan ini? Bersiaplah!

4 November 2014

 

Bioshock Infinite: The Complete Edition

Bioshock Infinite Burial at Sea Episode 1 (80)

  • Genre: Shooter
  • Platform: Xbox 360, Playstation 3

Call of Duty: Advanced Warfare

advanced warfare

  • Genre: Shooter
  • Platform: Playstation 3, Playstation 4, Xbox 360, Xbox One, PC

MotoGP 14

motogp 14

  • Genre: Racing
  • Platform: Playstation 3, Xbox 360, PS Vita, Playstation 4, PC

Citizens of Earth

citizens of earth

  • Genre: RPG
  • Platform: Playstation 4, PS Vita, Nintendo 3DS, PC

Harvest Moon: The Lost Valley

harvest moon the lost valley

  • Genre: Adventure
  • Platform: Nintendo 3DS

Rocksmith 2014

rocksmith 2014

  • Genre: Music
  • Platform: Playstation 4, Xbox One

The Wolf Among Us

The Wolf Among Us (55)

  • Genre: Interactive Story
  • Platform: Playstation 4, Xbox One

 

7 November 2014

 

Football Manager 2015

football manager 2015

  • Genre: Strategy
  • Platform: PC

 

11 November 2014

 

Assassin’s Creed Unity

ac unity

  • Genre: Action
  • Platform: Playstation 4, Xbox One, PC

Assassin’s Creed Rogue

ac rogue

  • Genre: Action
  • Platform: Playstation 3, Xbox 360

Digimon All-Star Rumble

digimon all star rumble

  • Genre: Fighting
  • Platform: Playstation 3, Xbox 360

Halo: The Master Chief Collection

halo master chief collection

  • Genre: Action
  • Platform: Xbox One

Lego Batman 3: Beyond Gotham

lego batman 3

  • Genre: Action, Adventure
  • Platform: Playstation 3, Playstation 4, Xbox 360, Xbox One, Nintendo 3DS, Nintendo Wii U, PS Vita, PC

Senran Kagura: Bon Appetit!

senran kagura bon appetit

  • Genre: Cooking
  • Platform: PS Vita

Sonic Boom: Rise of Lyric

sonic boom rise of lyric

  • Genre: Adventure
  • Platform: Nintendo Wii U

Sonic Boom: Shattered Crystal

sonic boom shattered crystal

  • Genre: Adventure
  • Platform: Nintendo 3DS

Tales of Hearts R

tales of hearts r

  • Genre: RPG
  • Platform: PS Vita

 

13 November 2014

 

Pro Evolution Soccer 2015

WORLD SOCCER Winning Eleven 2015 DEMO_20140918132257

  • Genre: Sports
  • Platform: Playstation 3, Playstation 4, Xbox 360, Xbox One, PC

Shadows: Heretic Kingdoms

shadows heretic kingdoms

  • Genre: RPG
  • Platform: PC

World of Warcraft: Warlords of Draenor

warlords of draenor

  • Genre: MMORPG
  • Platform: PC

Preview COD – Advanced Warfare: Selamat Datang di Masa Depan!

$
0
0
Call of Duty®: Advanced Warfare_20141103130903

Call of Duty®: Advanced Warfare_20141103130903

Call of Duty®: Advanced Warfare_20141103130732 Gamer mungkin boleh saja mengeluh bagaimana Activision tampaknya cukup “tidak tahu malu” untuk terus-menerus, secara konsisten, mengeksploitasi franchise Call of Duty miliknya. Game yang sempat populer di masa lalu karena tema perang dunia keduanya yang luar biasa ini memang pundi uang Activision yang tidak pernah mengecewakan, dengan penjualan yang terus fantastis, terlepas dari format penjualan tahunan yang ia usung. Activision bertahan dengan kebijakan ini, bahkan kini mulai menugaskan tiga developer berbeda – Sledgehammer Games, Infinity Ward, dan Treyach untuk menciptakan seri COD mereka sendiri. Dan kegilaan ini pun berlanjut ke seri terbaru yang ditangani Sledgehammer – Call of Duty: Advanced Warfare. Setelah dinantikan cukup lama, game ini akhirnya meluncur ke pasaran.

Kesan Pertama

Sebagian besar dari Anda tentu saja bertanya-tanya, seperti apa yang kualitas visual yang ditawarkan oleh game yang satu ini? Activision memang mengesankan bahwa mereka serius hendak menjadikan Advanced Warfare sebagai proyek yang memang dikhususkan untuk platform generasi terbaru. Hal ini diperlihatkan dengan dialihkannya proses pengembangan COD: AW versi Playstation 3 dan Xbox 360 ke High Moon Studios, developer ternama di balik dua seri game Transformers yang luar biasa. Dengan pengalihan tanggung jawab tersebut, Sledgehammer Games diharapkan bisa lebih berfokus menawarkan pengalaman “next-gen” untuk COD: AW ini. Berhasilkah? Secara visual, memang ada peningkatan yang cukup signifikan dibandingkan COD: Ghosts. Namun memesona? Tunggu dulu. Kualitas tekstur yang ditawarkan untuk detail wajah karakter memang pantas diacungi jempol, namun masih berada di bawah game-game generasi baru yang lain. Ia tidak terlihat istimewa sama sekali. Tidak hanya itu saja, Anda juga masih harus berhadapan dengan tekstur kualitas rendah (setidaknya di versi PS4) yang terlihat cukup kentara. Anda termasuk gamer yang mengharapkan kualitas visual setara trailer-trailer COD: AW selama ini? Berita buruk untuk Anda, semua visualisasi tersebut ternyata hanya dimuat dalam cut-scene yang ditawarkan dalam format video. In-game engine yang dirender oleh platform Anda, sayangnya, jauh dari apa yang Anda nikmati di trailer tersebut. Tidak percaya? Anda bisa melihat screenshot yang kami tawarkan di bawah ini dan membandingkannya sendiri. Sementara di sisi gameplay, ia masihlah Call of Duty yang selama ini Anda kenal, dengan format gameplay dan misi yang serupa, dengan ekstra dramatisasi ala Hollywood di sana-sini. Yang berbeda mungkin ada pada tema futuristik yang ia usung. Tema ini memungkinkan Sledgehammer menawarkan beberapa inovasi di sisi gameplay, termasuk exoskeleton yang memungkinkan Anda melakukan beragam kemampuan “super”, seperti melompat tinggi, merobek pintu, atau bahkan menghilang. Apakah terasa mirip dengan Titanfall? Sempat pesimis di awal, sensasi yang ditawarkan exoskeleton COD: AW dan armor pasukan Titanfall terasa berbeda. Melompat dan beraksi dengan exoskeleton terasa sangat berat, seperti Anda tengah mengemban sebuah armor yang memang belum terlalu sempurna. Tema futuristik ini juga menawarkan banyak senjata modern yang cukup keren, seperti granat pintar yang mampu mengejar musuh, atau railgun dalam bentuk sniper yang destruktif. Sayangnya, waktu yang terbatas untuk mengejar artikel preview ini membuat kami tidak sempat menjajal mode multiplayer yang ada. Tetapi tenang saja, kami akan membahasnya dengan mendalam di artikel review yang semoga saja, bisa rampung minggu depan. Sembari menunggu waktu lebih proporsional untuk menawarkan analisa terakhir kami terkait proyek terbaru Activision ini, izinkan kami melemparkan segudang screenshot di bawah ini untuk membantu Anda mendapatkan sedikit gambaran. Welcome to the future warfare! PS: Klik Gambar untuk Memperbesar! Call of Duty®: Advanced Warfare_20141103175514 Call of Duty®: Advanced Warfare_20141103130903 Call of Duty®: Advanced Warfare_20141103131037 Call of Duty®: Advanced Warfare_20141103144829 Call of Duty®: Advanced Warfare_20141103151257 Call of Duty®: Advanced Warfare_20141103152837 Call of Duty®: Advanced Warfare_20141103154022 Call of Duty®: Advanced Warfare_20141103155116 Call of Duty®: Advanced Warfare_20141103161706 Call of Duty®: Advanced Warfare_20141103162838 Call of Duty®: Advanced Warfare_20141103165753 Call of Duty®: Advanced Warfare_20141103170027 Call of Duty®: Advanced Warfare_20141103172156 Call of Duty®: Advanced Warfare_20141103175147

Menjajal Evolve – Big Alpha: Potensial Tetapi Rapuh!

$
0
0
Evolve Big Alpha jagatplay (204)

Evolve Big Alpha jagatplay (204)

Evolve Big Alpha jagatplay (2) Turtle Rock Studios memang sudah membuktikan diri sebagai developer yang mampu menghasilkan game multiplayer jempolan, seperti yang mereka tawarakn di seri pertama Left 4 Dead. Saling bahu-membahu, berusaha untuk bertahan hidup di tengah terjangan zombie yang berlari cepat, datang dalam jumlah masif, bersama dengan spesies lain yang tidak kalah mematikan, Left 4 Dead mengubah cara bagaimana sebuah game multiplayer kooperatif seharusnya dioperasikan. Dan kini, setelah penantian yang cukup lama, Turtle Rock Studios akhirnya memperkenalkan game terbaru mereka yang mendapatkan antisipasi sangat tinggi – Evolve. Seperti yang sempat mereka lakukan sebelumnya, Evolve juga hadir dengan mekanik yang cukup unik. Pertempuran 5 orang, 4 tergabung sebagai manusia bernama “Hunter”, dan 1 orang lainnya berperan sebagai sang monster raksasa yang harus ditundukkan. Konsep inilah yang berusaha dijual oleh Evolve. Presentasi yang mereka lakukan di berbagai event gaming raksasa selama pertengahan tahun 2014 yang lau menghasilkan reaksi yang sangat positif, bahkan berhasil menjadikan Evolve sebagai game-game terbaik dari  beragam kategori. Setelah berhadapan dengan rasa penasaran yang cukup tinggi, kesempatan untuk menjajal semua klaim tersebut akhirnya tiba. Turtle Rock Studios menyelenggarakan sebuah event bernama “Big Alpha” yang memungkinkan banyak gamer yang sudah mendaftar terlebih dahulu, untuk bergabung dan mencicipi game yang satu ini. Tujuannya? Tentu saja memastikan server mereka siap pada saat rilis awal tahun 2015 mendatang, dan mengumpulkan feedback dari apa yang disukai dan tidak disukai oleh para gamer. Memainkan game ini lebih dari 30 pertempuran, selama 5 jam lebih, bagaimana impresi pertama yang ditawarkan oleh Evolve? Apa saja yang kami sukai dan tidak sukai dari pengalaman pertama Evolve ini? Impresi singkat ini akan membantu Anda mendapatkan gambaran lebih jelas.

Berburu atau Diburu?

4 vs 1 - 4 orang yang berperan sebagai satu tim Hunters dan 1 orang ekstra sebagai monster - sang musuh utama, inilah pengalaman utaman yang ingin ditawarkan ole Evolve. 4 orang vs 1 monster, iniilah tagline utama inilah yang dipilih oleh Turtle Rock Studios untuk menjelaskan sensasi seperti apa yang ditawarkan oleh Evolve ini sendiri. Empat orang yang bergabung ke dalam satu tim, harus bertempur mati-matian melawan sebuah monster raksasa, yang juga punya kesempatan untuk berkembang lebih kuat seiring dengan waktu dan aktivitas yang ia lakukan. Pertempuran yang dilakukan untuk menjawab satu pertanyaan besar “Siapa yang sebenarnya diburu, dan siapa yang sebenarnya berburu?”. Sebelum membahas lebih jauh mekanik gameplay utama dan pengalaman seperti apa yang Anda dapatkan ketika memainkan kedua sisi bertolak belakang ini, ada satu hal yang sudah membuat kami jatuh hati pada Evolve sejak pertama kali. Dengan ratusan ribu orang yang berusaha menikmati game ini, dengan preferensinya masing-masing, Evolve bisa berujung mimpi buruk jika permainan selalu berakhir dengan hasil beberapa gamer ternyata tidak menggunakan kelas Hunter atau bahkan monster, seperti yang ia harapkan selama ini. Turtle Rock Studios tampaknya sangat menyadari potensi bahaya yang satu ini, dan mengaplikasikan sebuah mekanik, yang menurut kami sangat cerdas. Sekaligus menjadi bukti bagaimana game ini dibangun dengan proses perencanaan yang matang. Dengan preferensi masing-masing gamer, Evolve bisa jadi mimpi buruk jika setiap gamer ngotot berusaha mendapatkan peran yang paling ia favoritkan, apalagi jika menggunakan sistem "siapa cepat dia dapat". Untungnya, Turtle Rock Studios sudah mengantisipasi hal ini. Jawabannya sederhana tetap sangat efektif: skala prioritas peran. Mekanik yang berjalan nyaris sempurna untuk memastikan Anda berada di match yang memang membutuhkan peran yang paling Anda inginkan. Anda bisa bayangkan apa yang terjadi jika 5 player yang bergabung di ruang yang sama ternyata semuanya lebih ahli memainkan sang monster, dan tidak pernah bisa menikmati Evolve jika dipaksa bermain sebagai Hunter? Jika mereka salah menawarkan mekanik, Evolve bisa berakhir menjadi ajang “lomba memilih” role dengan satu gamer berakhir mendapatkan monster yang memang ia inginkan, dan 4 lainnya berujung memainkan karakter yang tidak mereka kuasai. Dengan permainan yang selesai jika salah satu pihak tewas, Evolve akan sulit untuk dinikmati. Untungnya, Turtle Rock Studios memahami potensi masalah yang satu ini. Sebelum Anda memilih untuk bergabung di room tertentu, Anda akan diminta untuk menyusun kelima peran ini dalam sebuah skala prioritas, dengan posisi pertama sebagai peran yang paling diinginkan dan posisi kelima sebagai yang paling tidak diinginkan. Proses matchmaking yang terjadi akan berusaha menempatkan Anda di peran yang paling Anda favoritkan, bersama dengan gamer lain yang juga menyusun skala prioritas peran mereka yang berbeda. Sejauh yang kami mencicipinya, sistem ini sangat berhasil menjalankan tugasnya. Tentu saja, selayaknya sebuah masa alpha, konten yang ditawarkan di masa ini sangat terbatas dibandingkan versi finalnya nanti. Dengan pertempuran 4 vs 1 seperti ini,  bisa diprediksi bahwa pertempuran akan berakhir jika salah satu pihak mampu “memusnahkan” pihak yang lain. Para Hunters didorong untuk membasmi sang monster dengan beragam kemampuan dan senjata yang mereka miliki. Sementara sang Monster bisa memenangkan pertempuran dengan dua cara, membunuh para Hunters atau menghancurkan sebuah power Relay yang hanya bisa diakses ketika Anda mencapai tahap evolusi terakhir. Tidak ada batasan waktu jelas, dan jalannya pertempuran akan sangat bergantung pada strategi masing-masing pihak. Turtle Rock Studios memang sempat mengklaim bahwa Evolve akan hadir dengan lebih banyak varian monster, Hunters, mode, dan peta di versi final nantinya. Masa alpha dengan pembatasan konten? Sesuatu yang tentu saja, sangat bisa dimengerti.

Puny Human!

Berperan sebagai Hunters, koordinasi akan menjadi kunci Anda untuk meraih kemenangan. Evolve memang menawarkan sensasi permainan yang sangat berbeda, ketika Anda berperan sebagai sang Hunters ataupun sang monster. Sebagai Hunters yang begitu rentan terhadap serangan, tidak hanya dari para monsters, tetapi juga makhluk liar yang Anda temui di sepanjang perjalanan, menjadi seuatu yang sangat rasional untuk menjadikan kerja sama sebagai elemen paling mendasar untuk memastikan diri menang. Merasa sok jago dan berusaha beraksi sendirian tanpa ada koordinasi yang baik, atau setidaknya memahami pergerakan tim yang lain, maka status Anda akan dengan mudah berubah, dari Hunters menjadi “Mangsa” dalam waktu yang sangat singkat. Tergabung dalam tim 4 orang, Hunters yang terbagi menjadi empat job utama: Assault, Trapper, Medic, dan Support ini mengusung senjata dan skill yang berbeda, yang jika dikombinasikan dengan tepat, akan membuat kekuatan Hunters setara atau bahkan lebih berbahaya daripada si monsters sendiri. Assault seperti yang bisa diprediksi, memegang peran sebagai penghasil damage yang paling utama, sementara Support menjadi penyeimbang – dengan senjata untuk menyerang dan ability yang didesain untuk membantu tim bertahan hidup lebih lama. Trapper – seperti nama job yang ia usung – didesain untuk melacak pergerakan monsters dan membatasi ruang geraknya untuk memudahkan job yang lain beraksi. Sementara Medic menjadi tulang punggung utama untuk memastikan monster ini tidak menjadi bencana instan. Setiap kelas hadir dengan senjata dan skill unik masing-masing, yang membuatnya memikul peran spesifik tertentu dalam pertempuran. Seperti Support misalnya, yang menjadi penyeimbang gerak ofensif dan defensif tim. Kunci koordinasi tidak terletak pada seberapa cepat Anda melemparkan damage, tetapi seberapa efektif Anda menyuntikkan efek status dan melimitasi pergerakan sang monster, menjadikannya lebih rapuh. Menariknya lagi? Kunci untuk menundukkan sang monster ini tidak bergantung pada seberapa efektif Anda menghasilkan damage, tetapi lebih mengarah pada ketepatan Anda menggunakan skill dan senjata yang tepat, di situasi yang tepat pula. Oleh karena itu, sangat membutuhkan koordinasi. Kesempatan untuk melemparkan perangkap atau  tembakan yang lebih bersifat  meracuni dan menghasilkan status tersendiri bagi si Monster menjadi prioritas utama daripada sekedar menembak membabi buta dan berusaha membunuhnya secepat mungkin. Anda bisa menggunakan Tranquilizer Dart milik Medic untuk membuat monster bergerak lebih lambat dan melacaknya, Harpoon milik Trapper untuk mengunci pergerakan si monster selama beberapa saat, atau Invisibility milik Support, misalnya, untuk melarikan diri ketika terdesak. Kombinasi seperti inilah yang akan membuat para monster ini tidak berkutik, karena jika memaksa bertarung cepat dan bertukar damage, Hunters pasti jadi bulan-bulanan. Pastikan juga Anda selalu menjaga mobilitas tinggi, horizontal ataupun vertikal dengan jetpack yang ada, hanya untuk memastikan Anda tidak selamanya menjadi target. Tenang saja, bentuk kecil bukan berarti Anda akan jadi sekedar  makanan bagi sang monster, Dengan jetpack yang ada, Anda kini punya sisi keuntungan di sisi mobilitas untuk mengalihkan, mengejar, atau menundukkan si monster. Trapper dan Medic adalah dua pemain kunci dalam tim, bukan damager seperti Assault. Sekilas pandang, Anda mungkin merasa Assault atau Support dengan tingkat damage tinggi akan menjadi pemimpin untuk Hunters dari Evolve, namun seiring permainan, Anda akan mulai memahami bahwa Medic dan Trapper lah yang akan menjadi kunci kemenangan Anda, dan sudah sepantasnya, ditangani oleh mereka yang sangat memahami peran tersebut. Apa pasal? Dengan tingkat mobilitas super tinggi yang memungkinkan ia menempuh jarak luas dalam waktu singkat, melacak dan mengurung sang monster secepat mungkin akan meningkatkan probabilitas kemenangan pastinya. Semakin jago Trapper Anda, semakin kecil pula kesempatan musuh Anda untuk punya kesempatan tumbuh dan menjadi ancaman yang sulit untuk ditundukkan. Dengan tubuh Anda yang kecil dan senjata Anda yang tidak memberikan banyak damage, kunci kemenangan setelahnya juga akan bergantung pada siapa yang lebih mampu bertahan hidup, yang terletak di punggung seorang Medic. Semakin tinggi kesempatan Anda hidup, semakin banyak damage yang bisa Anda lontarkan, semakin mudah Anda berburu. Oleh karena itu, usahakan Anda selalu mengikuti aksi Trapper dengan cermat dan melindungi Medic ketika bertempur terbuka. Tidak hanya sekedar mengandalkan senjata dan skill yang ada, Anda juga bisa mendapatkan buff tertentu dengan membunuh binatang liar yang Anda temui di sepanjang perjalanan. Buff ini akan meningkatkan beragam status Anda, dari damage hingga efektivitas penggunaan bahan bakar di jetpack. Ia mungkin terdengar sepele, namun buff-buff ini cukup membantu aksi Anda berburu.

Review Bayonetta 2: Calon Game Terbaik Tahun Ini!

$
0
0
Bayonetta 2 PART 2 jagatplay (24)

Bayonetta 2 PART 2 jagatplay (24)

Bayonetta 2 jagatplay (1) Tahun 2014 adalah tahunnya Nintendo Wii U, kalimat yang satu ini tampaknya tidak berlebihan. 2 tahun, inilah waktu yang dibutuhkan oleh Nintendo untuk membuat produk andalannya ini kian matang dan mampu menawarkan daya tarik yang jauh lebih kuat, setidaknya di persaingan konsol generasi terbaru. Di atas kertas, Wii U memang lemah, namun hal ini selalu dikompensasi dengan rilis judul-judul game yang tampil menarik dan adiktif di sisi gameplay. Menariknya lagi, segudang game eksklusif ini akhirnya meluncur tahun ini setelah proses pengembangan yang cukup lama. Setelah Mario Kart 8 yang memesona dan Hryule Warriors yang cukup unik, kini giliran sang proyek terbaru – Bayonetta 2 lah yang harus membuktikan diri. Anda yang sempat membaca preview kami sebelumnya tentu saja sudah punya cukup gambaran  apa yang ditawarkan oleh Bayonetta 2 dari Platinum Games ini. Menjadi momen yang sangat membahagiakan untuk melihat “tante” seksi yang satu ini beraksi kembali, dengan cita rasa game action yang tampil begitu memesona. Aksi yang secara konsisten memacu adrenalin Anda menjadi salah satu nilai jual yang menarik, sekaligus menjadi elemen yang kian menguatkan cerita, music, dan desain yang pantas untuk diacungi jempol. Menariknya lagi, selain menyuntikkan Bayonetta pertama di bundle penjualan yang sama, Nintendo dan Platinum juga bereksperimen dengan mode multiplayer online yang unik. Lantas, apa yang sebenarnya ditawarkan oleh Bayonetta 2 ini? Mengapa kami menyebutnya sebagai salah satu calon game terbaik untuk tahun 2014 ini? Review ini akan membahasnya lebih dalam untuk Anda.

Plot

Bayonetta 2 dimulai beberapa bulan setelah event seri pertamanya selesai. Bayonetta yang tengah menikmati masa tenang harus berhadapan dengan dunia kegelapan dan terang yang kembali tidak seimbang. Beberapa bulan dari event pertama, Bayonetta yang kini hadir dengan tampilan baru, berusaha menikmati hari-hari damainya bersama dengan dua karakter pendukung yang lain – Enzo dan Jeanne. Kemampuannya sebagai seorang Umbra Witch membuat Bayonetta mampu merasakan ketidakseimbangan energi di udara, terutama ketika cahaya (malaikat) dan kegelapan (iblis) tengah mempersiapkan diri demi konflik yang lebih besar. Benar saja, hanya dalam waktu singkat, Bayonetta kembali harus beraksi melawan serangan para malaikat, yang entah karena alasan apa, turun ke bumi dan menyerang mereka. Bayonetta dan Jeanne dengan mudah menundukkan mereka, namun ada satu kejutan lain yang terjadi. Summon iblis yang seharusnya menjadi tulang punggung aksi Bayonetta justru menyerang balik dan berhasil membunuh Jeanne. Arwah Jeanne pun terlepas dari tubuhnya dan diseret ke neraka. Bayonetta kini mengemban tugas baru, membawa sang teman baiknya ini kembali! Di tengah pertarungan yang mereka kuasai, makhluk neraka yang seharusnya berada di bawah komando Bayonetta tiba-tiba balik menyerang dan "membunuh" Jeanne. Menyeret tubuh sahabat karib Bayonetta tersebut ke neraka. Berniat untuk pergi ke neraka dan membawa kembali Jeanne, Bayonetta 2 menuju Gunung Berdasarkan informasi dari Enzo, satu-satunya alternatif solusi yang bisa dilakukan Bayonetta saat ini adalah berangkat menuju ke Gunung Fimbulventr yang selama ini dipercaya menyimpan gerbang neraka yang sesungguhnya. Bayonetta bisa merebut paksa arwah Jeanne dan menyelamatkan sahabatnya ini. Di tengah perjalanan, Bayonetta bertemu dengan sesosok anak kecil misterius yang juga tampaknya tengah disibukkan dengan serangan dari Surga. Anak yang akhirnya dikenal sebagai Loki ini juga tengah berjuang menuju puncak gunung Fimbulventr, namun untuk alasan yang ia sendiri tidak ketahui. Loki tampaknya kehilangan ingatan dan bergerak hanya berdasarkan sisa sisa memori yang ia miliki. Memutuskan untuk bergerak bersama menuju ke puncak gunung, apalagi dengan ancaman yang secara konsisten menghampiri Loki, Bayonetta harus berhadapan dengan ancaman yang bahkan lebih mematikan. Di tengah perjalanan, ia bertemu dengan seorang anak bernama Loki yang misterius. Loki juga hendak ke tempat yang sama, namun tidak memiliki ingatan yang jelas mengapa. Persinggungannya dengan Loki justru membawa Bayonetta masuk ke dalam pusaran konflik lebih besar. Ia menjadi buruan seorang Lumen Sage misteriuss. Ia tiba-tiba diburu oleh sesosok Lumen Age – kelompok tandingan Umbra Witch yang secara konsisten memburunya. Bertarung beberapa kali dengan kekuatan yang seimbang, Bayonetta terserap ke dalam misteri sosok Loki yang lebih besar. Ia juga bertemu dengan sosok misterius lain yang mengaku mengenal Loki, sekaligus mengindikasikan peran yang lebih besar baginya di dalam situasi ini. Mampukah Bayonetta menyelamatkan Jeanne? Siapa pula Loki dan mengapa ia diburu? Lantas, mampukah Bayonetta menyelamatkan Jeanne? Siapa sebenarnya Loki? Siapa pula sosok Lumen Sage dan sang sosok misterius yang secara konsisten berusaha menghentikan sepak terjang Bayonetta? Semua pertanyaan ini tentu saja bisa Anda jawab dengan memainkan Bayonetta 2 ini.

Review Alien Isolation: Teror di Setiap Sudut!

$
0
0
Alien Isolation jagatplay (18)

Alien Isolation jagatplay (18)

Alien Isolation jagatplay (1) “Ripley menunggu langkah berat yang disertai suara geraman mengerikan melalui tempat persembunyiannya – tumpukan boks obat di pojokan gelap – sambil menahan nafasnya. Walaupun hanya berlalu beberapa saat saja, tetapi waktu terasa begitu lama hingga langkah tersebut hilang di tikungan yang gelap. Ia menyeberangi lorong yang gelap dan masuk ke dalam saluran angin di tembok terdekat dengan harapan dapat menyelamatkan hidupnya. Alien Isolation berusaha keras untuk mempertahankan nuansa film Alien tahun 1979 dan berhasil melakukannya. Merasa aman, Ripley berdiam diri di sana sambil meredakan degup jantungnya yang begitu cepat; Lalu, langkah berat itu kembali dan berhenti – tepat di depan pintu saluran angin di depan Ripley. Seakan dalam gerak lambat – pintu tersebut terbuka dan monster mengerikan berwarna hitam tanpa mata menyeringai ganas sambil memperlihatkan gigi peraknya…” Alien Isolation jagatplay (3) Cerita di atas merupakan segelintir horor yang dapat Anda rasakan dalam Alien Isolation, game survival horor bertema film terkenal Alien yang dirilis tahun 1979. Game ini cukup unik bila dibandingkan dengan game serupa. Pasalnya, Anda tidak dapat menemukan gaya bermain macho dengan beragam persenjataan untuk menangkal serangan musuh yang muncul dengan mengejutkan. Tidak; Anda harus lari dan menyembunyikan diri dari semua makhluk hidup yang ditemui dalam game, entah itu manusia lain, robot berbentuk manusia yang disebut Synthetic, dan Alien – monster ganas yang tidak bisa dibunuh dengan senjata apapun! Alien Isolation jagatplay (4)

Plot

Game ini menceritakan Amanda Ripley, anak dari Ellen Ripley yang merupakan bintang utama pada film Alien, dalam usahanya untuk mencari tahu mengenai nasib ibunya. Setelah lima belas tahun berlalu, ia mendapatkan kabar mengenai ditemukannya Nostromo, kapal ruang angkasa yang ditumpangi ibunya dan kemungkinan adanya data akurat mengenai apa yang terjadi di sana. Alien Isolation jagatplay (5) Kabar tersebut membawa Ripley beserta beberapa kru dari Weyland-Yutani, perusahaan konglomerat yang membiayai ekspedisi Nostromo lima belas tahun lalu, menuju Sevastopol Station; stasiun ruang angkasa yang mengorbit planet gas raksasa KG348. Kapal kurir ruang angkasa Torrens yang ditumpangi Ripley akhirnya tiba di Sevastopol dan mendapati kondisi stasiun yang mengalami kerusakan. Alien Isolation jagatplay (6) Ternyata Sevastopol Station mengalami kerusuhan dan mengakibatkan kondisinya jauh dari nyaman. Kurangnya penerangan di semua sudut stasiun akibat kerusuhan membuat suasana begitu mencekam. Belum lagi penghuni yang tersisa bertahan hidup dengan menyerang dan membunuh orang lain yang bukan anggota grup mereka. Lebih parahnya lagi, Ripley menemukan adanya teror mengerikan yang berkeliaran di stasiun, memburu manusia yang lengah dan membunuh dengan sadis dari dalam kegelapan! Alien Isolation jagatplay (7) Ripley harus bertahan hidup demi menemukan jalan untuk kembali ke Torrens serta keluar dari mimpi buruk di Sevastopol dan yang terpenting; menemukan informasi mengenai Nostromo dan ibunya. Alien Isolation jagatplay (8)

Review Driveclub (PS Plus Edition): Penantian Sia-Sia!

$
0
0
DRIVECLUB™_20141008095207

DRIVECLUB™_20141008095207

  DRIVECLUB™_20141106145623 Masih ingat dengan apa yang dijanjikan Sony ketika memperkenalkan Playstation 4 ke pasaran untuk pertama kalinya beberapa waktu yang lalu? Untuk memberikan kesan bahwa konsol generasi terbarunya tidak hanya kuat di sisi performa, tetapi juga akan tampil sebagai sebuah platform gaming sosial yang mumpuni, Sony ketika itu berfokus pada dua game dengan dua misi berbeda – Killzone: Shadow Fall dan Driveclub. Sebagai game rilis perdana, Killzone: Shadow Fall menjadi ujung tombak untuk memberikan sedikit gambaran soal kualitas visualisasi seperti apa yang mampu ditawarkan Playstation 4. Sementara Driveclub diposisikan sebagai game racing eksperimen yang akan menjadikan fitur sosial Playstation 4 sebagai kekuatan utama, tentu saja dalam format multiplayer yang dilihat sebagai kunci utama. Namun sayangnya, untuk judul yang terakhir ini, yang ada justru bencana. Sempat disebut-sebut akan dirilis di akhir tahun 2013 setelah pengenalannya di bulan Februari 2013, Sony dan Evolution Studios justru memutuskan untuk menunda rilis Driveclub ke pasaran. Mereka meminta lebih banyak waktu untuk memoles game dengan alasan agar tampil lebih optimal, tanpa kepastian jendela rilis. Sebagian besar gamer Playstation 4 tentu saja mengamini permintaan Sony, sembari mengantisipasi kehadiran sebuah game racing eksklusif yang dipercaya memesona. Harapan yang kian besar apalagi melihat gamer Xbox One sudah mendapatkan dua seri Forza yang mendapatkan pujian yang luar biasa. Apalagi mengingat Sony sempat mengumumkan bahwa Driveclub akan menawarkan sebuah versi terpisah yang disebut – PS Plus Edition – edisi khusus yang memungkinkan gamer pelanggan layanan PS Plus untuk dapat mencicipinya secara cuma-cuma. Namun apa yang kita dapat? Penundaan ini terus berlanjut hingga lebih dari satu tahun lamanya. Penantian lama ini akhirnya usai, setelah Sony dan Evolution Studios secara resmi melemparkan Driveclub ke pasaran awal Oktober 2014 kemarin. Hype kembali terbangun, rasa penasaran untuk mencicipi sebuah game racing multiplayer yang sempat diklaim unik di masa lalu akhirnya akan terbayarkan. Namun alih-alih senang dan bahagia dengan rilis ini, gamer pemilik Playstation 4 justru harus menanggung rasa kecewa. Server Sony tidak siap dan tidak mampu memfasilitasi animo yang begitu tinggi. Akibatnya? Sebagian besar gamer yang sudah membeli Driveclub dengan harga retail ataupun yang sudah mengunduh versi PS Plus Edition yang sempat tersedia dalam waktu singkat, tidak bisa terkoneksi secara online. Sebuah game yang berfokus pada pengalaman multiplayer yang tidak bisa dinikmati secara online? Benar sekali, mimpi buruk. Kritik pedas, review buruk, Sony secara konsisten minta  maaf dan meyakinkan bahwa mereka akan berusaha membenahi masalah ini secepat mungkin. Menarik versi PS Plus Edition dari pasaran dan berfokus untuk memperbaiki server bagi mereka yang membeli versi retail terlebih dahulu, masalah konektivitas server Driveclub belum teratasi penuh, bahkan hingga saat sekarang.  Namun ada yang aneh, terlepas dari klaim bahwa versi PS Plus Edition akan ditunda, gamer yang sempat mengunduhnya di awal rilis bulan lalu teranyata mendapatkan update teranyar, seperti yang terjadi pada kami. Update terbaru ini, terlepas dari status game sebagai versi PS Plus Edition, ternyata sudah mulai bisa terkoneksi ke Social Hub Driveclub. Jadi, apa yang sebenarnya ditawarkan oleh Driveclub ini? Apa yang membuatnya berbeda dengan game racing yang lain? Mengapa kami menyebutnya sebagai sebuah penantian yang sia-sia?

Kualitas Visual yang Mengecewakan!

Untuk sebuah game yang diposisikan sebagai proyek generasi terbaru, Driveclub tidak hadir dengan kualitas visual yang istimewa, atau bahkan bisa disebut, di bawah standar. Apa yang Anda harapkan dari sebuah game racing yang sudah dua kali mengalami proses penundaan dalam jangka waktu yang cukup lama? Dengan klaim bahwa ekstra waktu ini dibutuhkan untuk memoles gamenya seoptimal mungkin, Driveclub sama sekali tidak terlihat memesona dari sisi visual sama sekali. Anda yang mengharapkan akan mendapatkan detail mobil luar biasa, seperti halnya yang dilakukan Polyphony Digital setiap kali serI Gran Turismo mengucur, boleh kecewa. Tekstur yang ditawarkan untuk setiap detail yang ada tergolong sangat berada di bawah standar sebuah game racing generasi terbaru, apalagi jika dibandingkan dengan seri Forza dari Xbox One, misalnya. Evolution memang harus diakui cukup handal mengeksekusi sisi desain track dan lingkungan sekitarnya, namun cukup untuk membuat mata Anda secara konsisten termanjakan? Sayangnya tidak. Detail lingkungan yang untungnya, masih cukup memanjakan mata. Sementara dari tekstur dan detail mobilnya sendiri, tidak ada yang istimewa. Evolution Studios memang berusaha membuat Driveclub jauh bisa lebih dinikmati dari sisi visual lewat implementasi sistem cuaca dan waktu dinamis, yang kabarnya akan menawarkan sensasi gameplay yang berbeda. Sistem cuaca dinamis, termasuk hujan dan salju yang turun tanpa bisa diprediksi di tengah lomba ini, sempat diklaim tampil sangat realistis menurut situs gaming luar negeri. Hujan dan salju di Driveclub kabarnya membuat jalannya balapan terasa jauh lebih dramatis dan indah, apalagi dengan fitur photo mode yang juga akan diikutsertakan. Berita buruknya? Semua fitur tersebut ternyata belum akan tersedia hingga akhir bulan Desember 2014 mendatang. Benar sekali, proses penundaan rilis selama satu tahun ternyata belum cukup bagi Evolution Studios untuk menyuntikkan cuaca hujan dan salju, serta fitur photo mode di awal rilis Driveclub. What the.. Evolution Studios sempat mengklaim bahwa Driveclub adalah game racing dengan efek hujan dan salju paling realistis. Hadir acak, hujan dan salju tersebut akan membuat balapan Anda terasa dramatis. Jadi apa yang Anda temukan di awal permainan ini? Setidaknya dari kacamata versi PS Plus Edition yang kami jajal, sebuah dunia dengan pemandangan keren yang berisikan mobil-mobil kencang dengan visualisasi di bawah standar generasi terbaru, dengan awan mendung yang menggantung di angkasa namun tidak mampu menurunkan hujan. Satu tahun penundaan dan visual seperti ini yang didapatkan gamer Playstation 4? Kami seolah bisa melihat banyak gamer PS4 di luar sana yang mengernyitkan dahi dan bertanya-tanya apa yang sebenarnya terjadi, setidaknya seperti apa yang kami rasakan saat ini.

Review TTesports Sybaris: Wireless Tetapi Tetap Menggelegar!

$
0
0
Sybaris Ttesports jagatplay (1)

Sybaris Ttesports jagatplay (1)

Komitmen ThermalTake untuk menyajikan periferal gaming bertaraf Esports adalah sebab utama munculnya merek TTesports. Beragam perangkat gaming untuk membantu gamer lebih unggul dibandingkan lawannya dibarengi pula dengan memasukkan feature teknologi terkini. Headphone gaming terbaru dari TTesports, Sybaris, merupakan salah satu bukti komitmen tersebut. 001 TTesports Sybaris mempercayakan koneksi wireless Bluetooth 4.0 untuk menghubungkan perangkat ini dengan sumber suaranya, baik itu komputer maupun perangkat mobile. Penggunaan teknologi Bluetooth 4.0 yang pertama kali diperkenalkan pada tahun 2006 lalu ini tentu saja memiliki alasan yang kuat. Nama lain Bluetooth 4.0 adalah Bluetooth Low Energy, Bluetooth LE, dan Bluetooth Smart. Teknologi ini memungkinkan penggunanya untuk menikmati semua kemampuan Bluetooth dalam mengantarkan informasi tanpa harus menguras daya yang besar. Jadi, perangkat yang menggunakannya dapat digunakan untuk waktu lebih lama hingga baterainya perlu diisi kembali. Efeknya untuk TTesports Sybaris? Tentu saja waktu penggunaan yang lebih lama. Anda tentu ingin menikmati suara di headphone wireless dengan durasi lebih lama ‘kan? Untuk menggunakan feature NFC, cukup tempelkan perangkat mobile dan ia akan otomatis melakukan pairing dengan Sybaris. Feature lain yang patut dilirik dari TTesports Sybaris adalah penggunaan teknologi Near-field Communication (NFC). Teknologi ini memungkinkan perangkat untuk membentuk medan listrik berukuran kecil yang dapat digunakan untuk mengirimkan informasi. Bedanya dengan bentuk pengiriman informasi wireless lain? Sinyal NFC tidak dapat ditangkap perangkat lain yang jaraknya jauh, bahkan di dalam satu ruangan sekalipun (sekitar 22 meter). Biasanya perangkat yang ingin menggunakan NFC harus melakukan pairing dengan menempelkan kedua perangkat tersebut. Tujuannya untuk keamanan dan memudahkan pairing antarperangkat.

Desain Elegan ala TTesports

TTesports Sybaris dengan bangga kembali menampilkan desain khas ala TTesports yang dapat Anda temukan di semua perangkat headphone-nya. Dominasi warna hitam glossy nan mengkilat dipadukan dengan merah di bagian earphone dan logonya membuat perangkat suara ini terlihat elegan. Pada bagian penahan atas kepalanya, Anda dapat menemukan bantalan busa yang dilapisi kulit hitam dove. Sybaris mempertahankan ciri khas TTesport dengan menggunakan dominasi hitam dan detail merah, seperti yang terlihat di earpad-nya. Untuk menunjang kenyamanan ketika digunakan, TTesports Sybaris menggunakan earpad berlapis kulit dan diisi dengan busa yang empuk. Ketebalan busa ini sendiri tergolong cukup besar untuk melindungi ujung kuping penggunanya dari tekanan ketika bersentuhan dengan earphone. Hal ini selalu menjadi sumber ketidaknyamanan dan rasa sakit ketika menggunakan dalam waktu yang lama. Penunjang lain yang cukup baik adalah digunakannya bahan besi stainless untuk memperpanjang ukuran lingkar kepala headband. Selain memberikan tampilan yang menarik, perak diapit warna hitam, penunjang headband ini juga berguna untuk meyakinkan penggunanya akan kekuatan headband itu sendiri. Penopang pada headband menggunakan besi stainless yang cukup kuat guna mendukung penggunaan di outdoor. Desain headphone ini turut menyembunyikan beberapa tombol fungsional. Tombol Power dan volume dapat Anda temukan membaur dengan sisi earphone bagian kanan. Jadi, ketika Anda menggunakan TTesports Sybaris di kepala, tombol tersebut akan dengan mudah Anda gunakan dengan bantuan jempol tangan kanan, karena ia menghadap ke belakang. Cukup genggam earphone kanan dan Anda akan menemukannya. Apabila Anda tidak ingin menghabiskan baterai dengan menggunakan koneksi wireless, TTesports Sybaris juga menawarkan koneksi kabel dengan panjang sekitar 2 meter. Pada kabel tersebut, Anda dapat menemukan pengatur volume dan switch untuk mengatur fungsi Microphone. Pada mode kabel, Anda hanya bisa mengatur volume melalui kabel ini. Jadi, tombol yang membaur dengan elegan pada earphone kanan tidak dapat digunakan. Tombol volume dan power disembunyikan di belakang headphone. Secara bersamaan juga memudahkan pengguna untuk menekan tombol tersebut.

Game: Menggelegar di Telinga

Bermain game dengan menggunakan TTesports Sybaris merupakan pengalaman yang mengasyikkan. Suara yang dihasilkannya ketika bermain game action, terutama ketika berada di tengah baku tembak, begitu menggelegar. Kualitas Bass TTesports Sybaris yang mencapai batas bawah 20Hz membuatnya mampu menampilkan suara ledakan yang membahana. Suara tersebut didukung oleh sifat driver Closed sehingga membuat suara tidak banyak yang keluar dari driver dan membocorkan tekanan suara yang dihasilkan oleh Bass. Arsitektur inilah yang membuat kualitas Bass-nya cukup baik. Arsitektur Close driver memungkinkan kualitas Bass yang lebih baik. Jaring besi di permukaan earphone hanya hiasan dan terlihat seperti Open Driver. Suara tinggi dan menengah yang dihasilkan TTesports Sybaris tergolong bagus. Walaupun tingkat Bass yang dihasilkan terkadang membuat suara di frekuensi menengah “tenggelam”, akan tetapi suara tinggi dapat disajikan dengan baik. Desingan peluru, suara jet, atau gesekan kuku monster yang merangkak di balik tembok dapat terdengar dengan detail. Komunikasi antarpemain menjadi keharusan untuk sebuah headphone gaming. Untuk mendukung fungsi tersebut, TTesports Sybaris menyediakan Microphone yang dapat dilepas dari headphone dikala tidak digunakan. Bagian tubuh Mic cukup panjang dan fleksibel untuk dibengkokkan sesuai selera dan posisi mulut Anda. Mic ini juga menjadi perpanjangan koneksi untuk kabel bila Anda tidak ingin menggunakan fungsi wireless-nya. Bagaimana dengan kualitas suaranya? Mic ini tidak terganggu dengan suara lingkungan dan mampu mengantarkan perintah suara Anda dengan baik. Microphone dapat dipasang dengan mudah dan memiliki elastisitas tinggi supaya dapat dibengkokkan sesuai kebutuhan penggunanya.

Review Roccat Ryos MK Pro: Semua yang Gamer Inginkan!

$
0
0
Roccat Ryos MK Pro

Roccat Ryos MK Pro

Roccat Ryos MK Pro Setiap kali mendengar nama peripheral gaming dan berhadapan dengan kebijakan harganya yang selalu jauh lebih tinggi daripada harga peripheral konvensional lainnya, memang selalu ada keraguan bahwa identitas ini memang secara langsung akan berpengaruh dengan performa gaming Anda. Namun ada alasan mengapa mereka ditawarkan lebih mahal, terutama menyangkut kemampuannya menawarkan fitur dan fungsi yang tidak bisa diakses di peripheral biasa, yang bahkan terkadang juga hadir dengan build quality dan kenyamanan ekstra yang sulit untuk ditolak. Namun bagi mereka yang sudah sempat menjajalnya, apalagi mereka yang jarinya sudah sempat menarik di atas keyboard mekanikal, kembali ke keyboard biasa bukanlah pekerjaan yang mudah. Apalagi jika Anda sempat mencicipi Roccat Ryos MK Pro sebelumnya.

Desain dan Fitur

Bongsor mungkin akan jadi kata pertama yang meluncur dari mulut Anda ketika melihat Roccat Ryos MK Pro ini untuk pertama kali. Bongsor, ini mungkin kata pertama yang meluncur dari mulut Anda ketika melihat Roccat Ryos MK Pro ini untuk pertama kali. Dari desain awal yang ia perlihatkan, jelas sekali intensi Roccat untuk menjadikan varian ini sebagai senjata andalan gaming Anda yang bertahan di meja komputer dan tidak didesain sebagai sebuah peripheral “mobile”. Hal ini kian diperkuat dengan beratnya yang juga terhitung lumayan, yang bisa jadi keuntungan dan kerugian tersendiri. Di satu sisi, berat seperti ini memperkuat sensasi bahwa Anda berhadapan dengan sebuah peripheral yang kokoh dan tidak akan mudah bergeser ketika tengah digerakkan cepat, namun di sisi lain, hampir mustahil untuk nyaman dibawa ke mana-mana. Namun bentuk yang besar dan berat ini tentu saja hadir dengan kompensasi tertentu – suntikkan fungsi dan fitur kaya yang akan membuat Anda jatuh hati. Ia menyertakan lima tombol makro ekstra di bagian kiri, yang tentu saja berimbas pada bentuk yang juga lebih lebar. Untungnya, posisinya tidak canggung, sehingga Anda tidak akan mengalami resiko salah tekan. Tidak hanya itu saja, ada tiga ekstra tombol yang bisa Anda akses dengan jempol di bagian bahwa spasi. Dibalut dengan warna hitam tanpa variasi warna, kekuatan kosmetik Roccat Ryos MK Pro memang tidak terletak pada desain kasat mata yang ia perlihatkan di luar. Dengan logo dan tulisan merk yang juga tidak terlalu kentara, Anda memang harus mengaktifkan keyboard ini sebelum bisa memahami daya tarik visualnya sebagai sebuah keyboard gaming, yang semuanya tersimpan di dalam tuts-tuts yang Anda kendalikan. Sebagai keyboard kaya fitur dan tampaknya didesain untuk memfasilitasi kebutuhan gamer PC manapun, Roccat juga menyuntikkan beberapa ekstra tombol Makro yang bisa dimanfaatkan di sisi kiri. Untungnya, jaraknya sendiri terhitung proporsional, sehingga minim resiko Anda akan secara tidak sengaja salah menekan karena memori otot jari. Tidak hanya itu saja, ada ekstra tiga tombol kecil di bawah keyboard dengan posisi cukup dalam yang bisa dimanfaatkan dengan mudah. Ia juga menghadirkan ruang ekstra untuk palm rest, yang sayangnya, juga tidak bisa dilepas untuk Anda yang mungkin butuh bentuk yang lebih ringkas. Secara kasat mata, keyboard ini mungkin tidak terlihat menarik dari sisi visual. Namun tunggu hingga Anda mengaktifkannya dan membiarkan sang LED biru menyala terang. Fitur kosmetik super keren lewat LED yang disuntikkan di setiap tuts Ryos MK Pro. Termasuk ripple effect yang kami demonstrasikan ini. Namun begitu Anda menyalakan keyboard yang satu ini, Roccat Ryos MK Pro akan menawarkan kepada Anda kualitas sisi kosmetik jempolan. Lewat lampu LED yang tersemat di semua tuts yang ada dan dukungan perangkat lunak yang akan kami bahas nanti, Anda bisa mengatur efek visual seperti apa yang akan dihasilkan oleh setiap aksi Anda pada keyboard ini. Anda bisa menghasilkan efek keren seperti Ripple (riak) yang kami demonstrasikan dalam gif di atas. Personalisasi untuk menciptakan kosmetik keyboard Anda lewat permainan LED inilah yang akan menjadi kunci untuk “menikmati” Roccat Ryos MK Pro ini. Lantas, spesifikasi seperti apa yang ditawarkan oleh Roccat Ryos MK Pro ini? Berikut adalah spesifikasi dari situs resmi Roccat sendiri:
  • Advanced Anti-Ghosting with N-key rollover
  • 113 keys per-key illuminated
  • Cherry MX Switch
  • 3 thumbster keys
  • 5 programmable macro keys
  • 94 other programmable keys
  • 1000 hz polling rate, 1 ms response time
  • 8 m rear-exit braided cable
  • 1 x audio in, 1 x audio out, 2 x USB 2.0 ports

Roccat Ryos MK Pro, Seberapa Nyaman?

Roccat Ryos MK Pro, Seberapa Nyaman? Bentuk yang sedikit lebar dan berat yang ia tawarkan memang membuat Roccat Ryos MK Pro terlihat tidak terlalu menggoda untuk gamer mobile yang mungkin butuh peripheral gaming untuk dibawa kemana-mana. Namun untuk gamer yang ingin menjadikannya sebagai ujung tombak untuk kegiatan gaming di rumah, Roccat Ryos MK Pro cukup untuk memfasilitasi setiap kebutuhan Anda, baik dari sisi kosmetik ataupun fitur yang ada. Ditambah dengan lima tombol ekstra di bagian sisi kiri, Roccat Ryos MK Pro memang sedikit lebar, namun tetap hadir dengan penempatan tombol utama yang nyaman untuk memori jari Anda sendiri. Tenang saja, Anda tidak akan sengaja menekan tombol “M1” ketika berusaha menekan “Esc”, misalnya, karena terburu-buru. Penempatan posisi yang berbeda memperkuat kesan bahwa Roccat memang sudah berpikir panjang soal desain yang ada. Termasuk penempatan tiga tombol ekstra di bawah spasi yang juga minim resiko. Dengan Cherry MX Red yang ia usung, performa Roccat Ryos MK Pro tidak perlu lagi diragukan. Sensasi tactile dan respon yang ia usung tidak hanya membuatnya nyaman untuk gaming, tetapi juga mengetik. Fitur anti-ghosting akan memastikan keyboard ini mampu mentranslasikan kombinasi gerakan jari Anda, secepat dan sekompleks apapun dengan kans kesalahan yang sangat minim. Bicara seolah performa, Roccat tampaknya tidak perlu banyak membuktikan diri. Dengan Cherry MX yang menjadi basis switch yang ada (kami kebetulan mendapatkan warna merah), Anda bisa membiarkan jari-jari Anda menarik di atas tuts tanpa perlu merasa khawatir, secepat apapun. Dengan sensasi tactile dan responsitivitas pada perintah yang minim kesalahan, Anda tidak bisa menjadikannya andalan untuk gaming, tetapi juga kegiatan produktif lain, seperti yang kami lakukan saat menulis review ini dengan Roccat Ryos MK Pro. Tidak hanya itu saja, ia juga mengusung fitur anti-ghosting yang menihilkan resiko bahwa kombinasi perintah yang Anda lontarkan akan diterjemahkan terlambat atau bahkan terlewatkan. Seperti perpanjangan tangan yang siap mengeksekusi apapun yang Anda inginkan tanpa cela, Roccat Ryos MK Pro menawarkan sensasi yang serupa. Anda yang cukup cerewet dengan masalah pengaturan kabel juga akan difasilitasi oleh produk yang satu ini. Tidak hanya desain kabel braided yang tahan lama dan mudah diatur, Roccat Ryos MK Pro juga dapat diposisikan sebagai sebuah media hub untuk peripheral pendukung Anda yang lain – seperti mouse dan perangkat audio. Di bagian sisi kanan atas, Anda mendapatkan dua ekstra slot USB yang bebas Anda sematkan dengan perangkat berbasis USB, seperti mouse. Sementara di sisi kiri, ada dua port jack 3.5 mm untuk speaker dan microphone, yang tentu saja – didesain untuk perangkat audio yang tengah Anda gunakan. Setidaknya, Anda tidak perlu lagi melihat kabel malang melintang tidak karuan berkat Roccat Ryos MK Pro ini. Dua slot USB di sisi kanan atas, dan dua port jack 3.5 mm di sisi kiri atas menjadikan Roccat Ryos MK Pro tak ubahnya sebua media hub. Dengan kombinasi Cherry MX Red dan fitur anti-ghosting yang ada, tidak ada game yang terlalu sulit untuk ditundukkan oleh Roccat Ryos MK Pro ini. Namun seperti selayaknya sebuah peripheral gaming, maka uji coba terberat yang harus ditundukkan oleh Roccat Ryos MK Pro tentus aja mengakar pada aktivitas ini. Dengan Cherry MX Red dan fitur anti-ghosting yang ia tawarkan, keyboard ini akan memastikan aktivitas gaming Anda, segila, secepat, dan sekompleks apapun akan tetap mampu difasilitasi tanpa ada sedikit pun masalah. Kami sendiri menjadikannya sebagai salah satu ujung tombak ketika melakukan review Borderlands: The Pre-Sequel dan untuk menikmati DOTA 2 di akhir minggu. Untuk Borderlands: The Pre-Sequel yang memang tidak butuh banyak kombinasi gerakan, Roccat Ryos MK Pro memang tidak berhadapan dengan tantangan yang serius. Keunggulan keyboard ini baru terasa ketika Anda mulai menjajal DOTA 2 yang tentu saja – butuh kepastian bahwa setiap eksekusi skill yang Anda lontarkan berakhir efektif di pertempuran. Dengan semua fitur ini, Roccat Ryos MK Pro akan mampu memfasilitasi kegiatan gaming, apapun genre-nya, seperti apapun kompleksitasnya.

15 Pahlawan Pendukung Video Game Paling Keren!

$
0
0
10-Pahlawan-Pendukung-Video

10-Pahlawan-Pendukung-Video

10 Pahlawan Pendukung Video Game Paling Keren! Pahlawan. Kamus Besar Bahasa Indonesia sendiri mendefinisikannya sebagai orang yang menonjol karena keberanian dan pengorbanannya untuk membela kebenaran – atau pejuang yang gagah berani. Pahlawan selalu diposisikan sebagai pribadi yang tanpa keraguan, menjunjung tinggi kepentingan orang lain di atas kepentingannya sendiri, terlepas dari fakta bahwa ia akan mengorbankan begitu banyak hal – harta, tahta, bahkan nyawa. Berkat nilai kepribadian seperti inilah, Indonesia berhasil merebut dan mempertahankan kemerdekaan yang sudah berlangsung selama 69 tahun ini. Namun satu yang seringkali terlupakan, pahlawan bukanlah hanya berkisar pada sosok-sosok populer yang Anda temukan di buku sejarah, yang ceritanya terus menerus diperdengarkan. Mereka yang tewas tanpa nama, mereka yang juga mengangkat senjata bersama dengan nama-nama besar yang ada, mereka yang juga mengorbankan semua hal yang mereka miliki untuk kemerdekaan Indonesia, adalah para pahlawan. Dengan nama, ataupun tanpa nama. Hal yang sama juga terjadi di industri game, tentu saja. Dengan sebagian besar game yang menjadikan kisah kepahlawanan sebagai basis plot utama, dari sekedar menolong putri kerajaan, melindungi kota, hingga menyelamatkan dunia, karakter utama yang kita gunakan selalu diposisikan sebagai tokoh sentral. Namun hampir mustahil sebenarnya, bagi satu orang manusia, terlepas dari kekuatan seperti apapun yang ia miliki, untuk menjalankan tugas berat ini. Kita selalu mendapatkan bantuan dari banyak karakter pendukung yang memungkinkan semua aksi kepahlawanan ini mungkin terjadi. Namun sayangnya, karakter-karakter pendukung ini jarang sekali mendapatkan perhatian yang layak. Padahal jika tanpa eksistensi mereka, sang karakter utama hampir mustahil melakukan apapun yang signifikan. Tidak ada momen yang lebih tepat rasanya untuk “mengenal” kembali karakter-karakter pendukung ini, yang sudah menunjukkan kepantasannya untuk disebut sebagai seorang pahlawan. Lantas, dari semua karakter pahlawan pendukung yang ada, mana saja 15 karakter yang menurut kami paling keren?  Berikut adalah list racikan JagatPlay:

15. King Mickey (Kingdom Hearts)

king mickey Semesta yang mempertemukan antara karakter-karakter dari game Square Enix dan Disney memang tengah berada di ujung kehancuran, dengan resiko ditelah kegelapan tanpa ada satupun yang mampu menghalanginya. Dari absennya cahaya inilah, seorang anak muda bernama Sora muncul dengan kunci dunia yang ia miliki – Keyblade. Sejak kehadiran seri pertamanya, sepak terjang Sora, Rikku, dan Kairi memang terus menerus menjadi fokus, seolah mereka satu-satunya yang menjadi tumpuan dunia. Padahal, di sudut belahan dunia yang lain, di tengah kegelapan, ada seorang pahlawan lain dengan kemampuan lebih besar – King Mickey yang secara konsisten berjuang untuk mengimbangi kelemahan yang ditunjukkan Sora selama ini. Turun dari tahta, berjuang tanpa mengenal lelah, dengan pengakuan yang begitu minim, King Mickey terus bergerak di belakang layar dan hanya muncul di saat genting. Tanpa sosok ini, dunia Kingdom Hearts mungkin sudah lama hancur berantakan.

14. Alyx Vance (Half-Life 2)

alyx vance Menikmati sebuah game dengan karakter utama bisu memang bukan pekerjaan mudah, terlepas dari cerita ataupun mekanik gameplay yang memesona. Developer jadi punya tugas berat untuk memastikan narasi berjalan maksimal, atau setidaknya memastikan gamer mengerti apa yang tengah terjadi atau bayangan apa yang harus mereka hadapi untuk mengatasi konflik yang ada. Absennya peran Gordon Freeman tersebut diimbangi sangat manis oleh sang karakter pendukung – Alyx Vance yang akan dengan mudah, membuat banyak gamer jatuh hati. Menolak jatuh pada desain karakter wanita yang biasanya terlalu seksi, Alyx Vance diproyeksikan sebagai karakter wanita yang kuat, tegas, manis, dan intelek di saat yang sama. Sounds so dreamy..

13. Zell Dincht (Final Fantasy VIII)

zell Squall tampaknya pantas untuk diposisikan sebagai salah satu karakter utama franchise Final Fantasy yang paling dingin dan tidak menarik, walaupun agak melembut di akhir permainan. Ia terlihat seperti tipikal manusia yang tidak ingin Anda dekati di dunia nyata, yang akan menyerap sari kehidupan Anda dalam waktu sepersekian detik sejak Anda memulai percakapan utama. Lantas, bagaimana karakter seperti ini bisa mempertahankan sebuah grup berisikan 6 orang dalam perjalanan menyelamatkan dunia? Ucapan terima kasih tampaknya pantas meluncur untuk sosok Zell Dincht – yang tidak hanya membuktikan diri sebagai sosok pria tangguh lewat tato wajahnya yang keren, tetapi juga pencair suasana yang efektif. Ia mungkin melakukan banyak tindakan bodoh dan keputusan yang aneh, namun pengalaman Final Fantasy VIII sendiri tidak akan sama menariknya tanpa sosok karakter yang satu ini. Zell juga membuktikan diri sebagai seorang sahabat yang setia.

12. Rush (Megaman)

rush Mengapa bukan Zero? Ini mungkin pertanyaan yang Anda luncurkan ketika melihat pilihan kami. Alasan terkuat tentu saja karena apresiasi kami pada sosok Zero. Sebagai karakter yang menurut kami pribadi bahkan lebih keren daripada sang robot biru – Megaman dan fakta bahwa ia sudah memiliki gamenya sendiri, agak menghina sebenanrya untuk menyebut Zero sekedar sebagai karakter “pahlawan pendukung”. Ia pantas mendapatkan posisi yang sejajar dengan Megaman. Dari semua karakter pendukung yang dimiliki oleh franchise ini, Rush mungkin terbilang sebagai yang paling sedikit mendapatkan apresiasi. Anjing robot ini tidak pernah mengeluh ketika di-summon sang majikan kapapun dibutuhkan, baik ketika ia butuh energi ekstra atau sekedar membutuhkan bantalan untuk melompat lebih tinggi. Tanpa Rush, Megaman mungkin sudah terjebak di jurang salah satu level tanpa ada kesempatan untuk keluar hidup-hidup.

11. Barry Burton (Resident Evil)

barry burton Anda mungkin menertawakan sosok Barry ketika ia menjadi partner Jill Valentine di seri Resident Evil pertama, hanya karena gaya bicaranya yang kaku. Ia mungkin tampil luar biasa dan disegani di S.T.A.R.S, namun Barry Burton terlihat seperti seorang pria dengan kesulitan komunikasi yang akut. Namun tanpa partisipasi Barry yang entah bagaimana mampu “mencium” bahaya, ia berhasil menyelamatkan Jill Valentine yang tengah terjebak dan menghadapi kematian yang tampaknya tidak terhindarkan. Berkat aksi Barry ini, Jill Valentine selamat. Berkat Barry pula, Capcom jadi punya tokoh utama untuk Resident Evil 3 dan Resident Evil: Revelations. All hail Barry Burton!

Review Roccat Kave XTD Military (Naval Storm): Sama Versi, Beda Warna!

$
0
0
Roccat Kave XTD -  Naval Storm

Roccat Kave XTD -  Naval Storm

Roccat Kave XTD -  Naval Storm. Tinggal menyebut nama Roccat, dan Anda akan menemukan brand dengan produk peripheral gaming dengan kualitas memang tidak perlu diragukan lagi di pasaran. Di sepanjang sejarah eksistensi mereka, Roccat selalu berhasil meluncurkan produk yang tidak hanya menghadirkan fitur yang mumpuni untuk mengakomodasi segala jenis tipe gamer yang ada di industri game, tetapi juga memastikan setiap dari mereka tampil dalam kualitas yang pantas untuk diacungi jempol. Tidak hanya diperkuat dengan jajaran mouse dan keyboard gaming mumpuni, Roccat juga menawarkan serangkaian produk audio dengan cita rasa gaming yang menarik di pasaran. Salah satu yang tiba di meja kami? Roccat Kave XTD Military. Seperti apa performa yang ia tawarkan? Anda yang sempat membaca review headset gaming kami sebelumnya mungkin merasa sangat familiar dengan nama yang satu ini. Benar sekali, kami sudah melakukan review Kave XTD Military ini sebelumnya, namun dengan warna yang berbeda. Jika versi yang kami dapatkan sebelumnya adalah Camo Charge, produk yang kami perlihatkan di sini berasal dari versi warna yang lain – Naval Storm yang lebih elegan. Sementara performa dan fitur yang ditawarkan tidak banyak berbeda. Oleh karena itu, review yang kami lemparkan sebelumnya masih bisa dikategorikan relevan, tentu saja dengan perubahan foto tampilan dari produk dan game yang kami uji.

Desain dan Fitur

Seperti nama yang ia usung, Roccat Kave XTD Military menghadirkan tema militer lewat kombinasi warna yang ia tawarkan. Roccat Kave XTD Military? Melihat kata Military yang disematkan di bagian belakang nama ini mungkin Anda akan langsung menyimpulkan bahwa headset yang satu ini menawarkan varian lain yang berbeda. Sebuah kesimpulan yang pantas untuk diacungi jempol, mengingat Kave XTD memang hadir dengan tiga jenis pilihan yang berbeda – Military, Stereo, dan 5.1 Digital. Kave XTD military yang kami review ini bisa disejajarkan dengan XTD Stereo dan menawarkan identitas yang berbeda lewat desain yang ditawarkan. Sementara di sisi lain,  seperti nama yang ia usung, Kave XTD 5.1 Digital tentu saja hadir dengan komposisi kualitas audio yang lebih kompleks. Lantas bagaimana dengan nilai jual yang ditawarkan oleh Kave XTD Military ini sendiri? Secara desain, ia menampilkan desain garang yang tentu saja, sekaligus memperkuat statusnya sebagai sebuah headset gaming. Seperti nama yang ia usung, citra Militer meluncur dari pilihan warna yang ia usung. Walaupun secara desain garis besar, ia tidak banyak berbeda dibandingkan dengan Kave XTD Stereo, pilihan warnanya menjadi identitas utama. Kami kebeteulan mendapatkan varian warna – Naval Storm yang didominasi oleh warna abu-abu. Tidak ada elemen kosmetik yang kentara. Anda tidak akan menemukan lampu LED yang menyala terang dan sejenisnya di headset ini. Selain dua logo besar garang Roccat yang berada di kedua sisi driver, Roccat Kave XTD Military ini boleh dibilang tidak menawarkan sisi kosmetik yang kentara sama sekali. Anda tidak akan menemukan lampu LED yang akan menyala terang atau bersinergi dengan apapun yang tengah Anda lakukan di video game. Namun satu yang pasti, semua desain yang ia tawarkan akan memastikan sesi gaming Anda berjalan dengan kenyamanan yang optimal. Bahan kain di bagian pads menjamin kenyamanan maksimal. Bahan kain di bagian pads menjamin kenyamanan maksimal. Tidak hanya ukuran besar yang siap untuk memastikan telinga Anda tertutup penuh, yang tentu saja berimplikasi pada kualitas suara yang lebih bulat dan mendetail, Roccat Kave XTD Military juga menjadikan bahan kain yang halus di bagian pads untuk memastikan telinga Anda selalu berada di posisi yang paling nyaman. Bahan ini menjamin telinga Anda tidak akan mengalami tekanan berlebih sekaligus bebas keringat dan panas waluapun digunakan untuk waktu yang cukup lama. Sementara bahan dasar kerangkanya sendiri sayangnya, masih didominasi oleh bahan plastik, sementara headset lain mulai menjadikan bahan alumunium yang lebih ringan dan kuat sebagai basis. Walaupun demkian, terlepas dari bahan plastik yang ia usung, Roccat Kave XTD Military hadir dengan klaim bahwa mereka tetap akan mampu menawarkan tingkat durabilitas yang tinggi, bahkan untuk pemakaian dengan frekuensi tinggi sekalipun. Malahan, pemilihan bahan ini justru mendatangkan keuntungan tersendiri. Terlepas dari bentuk yang terhitung cukup besar, standar sebuah headset gaming, ia hadir dengan bobot yang cukup bersahabat. Untuk membantu pengaturan secara real-time, Anda juga diberikan sebuah audio control kecil yang mudah untuk dipahami. Sebuah audio control juga disematkan untuk membantu Anda mengatur volume secara langsung. Didukung dengan konektor jack 3.5mm membuat headset ini bisa digunakan tidak hanya untuk PC, tetapi juga konsol. Namun sayangnya, jika ada satu hal yang pantas dicatat dari Roccat Kave XTD Military ini adalah paket penjualan yang boleh dibilang, hadir sangat minimalis. Terlepas dari fakta bahwa ia mengusung konektor jack 3.5mm yang tentu saja langsung membuatnya relevan sebagai peripheral gaming yang tidak hanya akan berfungsi manis untuk PC, tetapi juga platform lain seperti Playstation 4 dan Nintendo Wii U, ia tidak mendukung fungsi tersebut. Roccat Kave XTD Military tidak menawarkan kabel Audio combo jack untuk mengintegrasikan fungsi headset dan mic di dalam satu konektor yang sama. Hasilnya? Anda harus membelinya secara terpisah, atau Anda terpaksa harus mengorbankan salah satu fungsi ketika dimaksimalkan di perangkat konsol gaming. Hal sama yang membuat kami tidak bisa menggunakannya untuk bermain Destiny yang notabene butuh audio + mic di saat yang sama. Sementara untuk Nintendo Wii U yang lebih berfokus pada audio in-game, Roccat Kave XTD Military masih bisa mengakomodasi kebutuhan tersebut. Lantas, spesifikasi teknis seperti apa yang diusung oleh Roccat Kave XTD Military ini?
  • Frequency response: 20-20.000Hz
  • SPL at 1kHZ: 115+/-2dB
  • Input power: 400mW
  • Drive diameter front: 50mm
  • Driver unit material: Neodymium magnet
  • Impedance: 32 Ω
  • Weight: 305gr
  • Cable Length: 2.5m

Review COD – Advanced Warfare: Perang Tahunan yang Tetap Seru!

$
0
0
COD-AW-jagatplay-721-600x337

COD-AW-jagatplay-721-600x337

Call of Duty®: Advanced Warfare_20141103130732 “Call of Duty? Lagi? Meh.”, reaksi yang satu ini memang harus diakui, selalu mengemuka dari mulut banyak gamer setiap kali Activision memperkenalkan seri terbaru Call of Duty ke pasaran. Kritik bahwa Activision terlalu mengeksploitasi franchise yang satu ini secara berlebihan memang menjadi pemandangan umum yang selalu terjadi setiap tahun, dan Activision tidak pernah terlihat ambil pusing. Mengapa? Karena terlepas dari reaksi negatif yang ada, performa penjualan selalu berkata lain. Call of Duty, terlepas apapun serinya, selalu menjadi ladang uang gemuk yang kian mengukuhkan posisi Activision sebagai publisher raksasa yang tidak bisa dipandang sebelah mata. Walaupun demikian, bukan berarti mereka tidak berbenah diri. Untuk menjaga status dan kualitas Call of Duty sebagai franchise tahunan, Activision kini menunjuk tiga developer berbeda dengan sistem siklus untuk menciptakan inovasi yang memang mutlak dibutuhkan. Salah satu contoh pertama dari sistem ini adalah proyek teranyar dari Sledgehammer Games – Call of Duty: Advanced Warfare. Anda yang sempat membaca preview kami sebelumnya tentu saja sudah punya sedikit gambaran soal nilai jual seperti apa yang ditawarkan oleh seri terbaru yang satu ini. Disebut-sebut sebagai proyek perdana yang memang dimaksimalkan untuk platform generasi terbaru dan PC, COD – Advanced Warfare memang hadir dengan kualitas visualisasi yang jauh lebih mumpuni dibandingkan seri sebelumnya, namun sayangnya, tidak dengan kualitas yang hadir sejajar dengan game lain yang mengusung status yang sama. Tema perang futuristik yang ia usung memang melahirkan penerapan banyak mekanisme baru, terutama dari penggunaan armor Exoskeleton yang memungkinkan karakter untuk melakukan beragam aksi di luar manusia pada umumnya. Mode multiplayer dan kooperatif juga ditawarkan di seri terbaru yang satu ini. Lantas apa yang sebenarnya ditawarkan oleh COD – Advanced Warfare ini? Mengapa kami menyebutnya sebagai sebuah perang tahunan yang tetap seru? Review ini akan membahasnya lebih dalam untuk Anda.

Plot

Perang skala global yang bombastis masih menjadi setting utama seri terbaru COD teranyar ini. Bukan Call of Duty namanya jika ia tidak mampu memuat jalinan cerita yang dramatis dan epik ala film Hollywood, yang selalu melibatkan konflik dalam skala dunia yang menyeramkan. Usaha untuk menghidupkan kekacauan, mengibarkan bendera ideologi secara paksa, hingga konspirasi tingkat tinggi untuk mendapatkan kekuasaan yang mutlak menjadi pemandangan yang umum dari franchise andalan Activision yang satu ini. Hal sama yang juga Anda temukan di Call of Duty: Advanced Warfare. Anda akan berperan sebagai Jack Mitchell - seorang Marines yang diperankan oleh voice actor ternama - Troy Baker. Di tengah perang melawan Korea Utara, MItchell harus kehilangan sahabat karib dan tangan kirinya. Anda akan berperan sebagai seorang Marine bernama Jack Mitchell yang tengah berjuang menangkal invasi Korea Utara dengan persenjataan modernnya ke Korea Selatan. Bersama dengan sang sahabat karib – Will Irons dan petingginya – Cormack, Mitchell ternyata harus berhadapan dengan tragedi terbesarnya. Di tengah sebuah situasi genting yang sangat menentukan arah jalannya pertempuran, Will Irons meregang nyawa bersama dengan Mitchell yang terhempas jauh karena ledakan yang ada. Mitchell selamat, namun ia harus kehilangan tangan kirinya. Kondisi cacat tentu saja membuat Mitchell tidak bisa lagi berfungsi maksimal sebagai seorang Marines. Di tengah pemakaman sang sahabat, ia didekati oleh ayah Will Irons – Jonathan Irons yang mengepalai sebuah organisasi militer swasta bernama Atlas. Mengetahui karirnya yang sudah berakhir, Irons mengajak Mitchell masuk sebagai anggota Atlas – dengan iming-iming sebuah tangan buatan robotik yang akan membuatnya kembali berfungsi sebagai seorang manusia normal. Irons ingin memastikan sahabat sang anak ini bisa memaksimalkan potensinya sebagai seorang prajurit. Adalah Jonathan Irons - ayah dari sahabat Mitchell - Will Irons yang memberikannya kesempatan kedua untuk beraksi kembali. Mendapatkan sebuah tangan robot baru, Mitchell kini bernaung di bawah bendera Atlas - sebuah perusahaan militer swasta. Kondisi geopolitik dunia pun berubah. Kini sebuah ancaman kelompok teroris bernama - KVA menjadi prioritas utama untuk ditundukkan. Di bawah sang pemimpin gila bernama Hades, KVA punya misi untuk memundurkan peradaban manusia - menghilangkan ketergantungan besar pada teknologi. Di tengah usahanya untuk berjuang maksimal di Atlas, dunia kini berhadapan dengan ancaman baru yang tidak kalah mengkhawatirkan – sebuah organisasi teroris tanpa ampun bernama KVA yang dipimpin oleh seorang bernama Hades. Misi Hades sendiri terdengar sangat gila dan tidak masuk akal, untuk menghentikan ketergantungan manusia pada teknologi, atau secara sederhana – menghancurkan peradaban dunia yang sudah begitu maju. Serangan demi serangan yang dilakukan oleh KVA akhirnya memaksa Atlas untuk tidak tinggal diam. Di bawah perintah Irons, Mitchell dan sang teman baru – Gideon terlibat dalam aksi untuk berburu Hades dan menghancurkan KVA. Sayangnya, rencana KVA ternyata sudah tidak lagi bisa dibendung. Mereka berhasil menghancurkan puluhan reaktor nuklir di seluruh dunia dan membawa banyak negara besar berhadapan dengan kekacauan yang luar biasa. Sayangnya aksi ini cukup terlambat. Hades berhasil menghancurkan reaktor nuklir di berbagai belahan dunia dan melahirkan tragedi global. Di tengah kepanikan inilah, Atlas muncul sebagai organisasi penyelamat di bawah pimpinan Irons. Menciptakan stabilitas global, menyalurkan bantuan obat-obatan - teknologi - pangan, dan mendapatkan kepercayaan militer secara global. Di tengah kebingungan dan rasa panik inilah, Atlas muncul sebagai penyelamat. Dengan teknologi canggih yang mereka miliki, bahkan melampaui teknologi militer yang dimiliki oleh pemerintahan raksasa seperti Amerika Serikat, Atlas menjadi “payung pelindung” dunia. Tidak hanya mendestribusikan layanan kesehatan secara terpadu untuk membantu mereka yang tercemar radiasi nuklir, Atlas juga berusaha membangun kembali peradaban yang sempat luluh lantak dan tentu saja – menyeret Hades ke akhir hidupnya. Semuanya di bawah bendera perusahaan militer swasta tersebut, mendorong Jonathan Irons sebagai manusia paling berkuasa di dunia dengan kemampuan militer dunia yang tiada dua. Namun seperti halnya kata pepatah, pria selalu berubah dan tunduk akan tiga hal: harta, tahta, dan wanita, dan Irons pun tidak luput dari kelemahan yang satu ini. Call of Duty®: Advanced Warfare_20141103162513 Lantas, bagaimana sepak terjang Atlas setelah tragedi nuklir tersebut? Motif apa yang sebenarnya mendorong Jonathan Irons untuk “menyelamatkan” dunia? Aksi seperti apa yang harus dilalui oleh Mitchell, Gideon, dan kawan-kawannya? Semua jawaban dari pertanyaan ini tentu saja bisa Anda temukan dengan memainkan COD – Advanced Warfare ini.

Preview Pro Evolution Soccer 2015: Lompatan ke Generasi Terbaru!

$
0
0
WORLD SOCCER Winning Eleven 2015_20141113093609

WORLD SOCCER Winning Eleven 2015_20141113093609

WORLD SOCCER Winning Eleven 2015_20141113083422 Ya, persaingan yang sesungguhnya dari dua game simulasi sepak bola terpopuler di tahun 2014 ini sudah dimulai. Pro Evolution 2015 telah resmi diluncurkan ke pasaran dan siap menghadapi lawan beratnya, FIFA 15, yang hadir lebih dulu. Oke, sebelum membahas lebih lanjut, mungkin sebagian dari Anda masih ada yang bertanya-tanya, mengapa di judul tertulis PES 2015 tetapi screenshot yang kami hadirkan adalah dari game Winning Eleven 2015. Kami akan jelaskan dulu perbedaan dari dua versi tersebut secara singkat. Apa bedanya PES 2015 dan WE 2015? Bedanya adalah: NYARIS TIDAK ADA! Dua versi tersebut sesungguhnya merupakan game yang sama. Hanya saja, PES 2015 ditujukan untuk Region 1 dan 2 (Amerika Serikat dan Eropa). Untuk kita yang berada di Region 3 (Asia), versi yang beredar adalah Winning Eleven. Tak perlu khawatir soal bahasa karena WE tetap memberikan pilihan bahasa Inggris baik untuk in-game text dan komentator. Yang menarik, di WE Anda bisa menggunakan komentator berbahasa Jepang jika bosan dengan duo Jon Champion dan Jim Beglin. Sedikit perbedaan di antara keduanya adalah soal server untuk bermain online. Perlu diketahui, gamer yang memainkan PES tidak bisa bertanding secara online dengan gamer WE. Gamer PES akan langsung terhubung server asalnya, misalnya Eropa, yang artinya akan membutuhkan koneksi internet lebih baik agar tidak lag. Sedangkan WE mengusung sistem peer to peer (p2p) dimana Anda akan langsung terhubung dengan lawan Anda. Hubungan ke server Konami hanya akan terjadi ketika sedang matchmaking (mencari lawan). Khusus untuk WE Jepang, gamer akan mendapatkan DLC J-League. Ya, di versi Jepang Anda bisa memainkan semua tim termasuk tim nasional Negeri Sakura dengan lisensi penuh!

Kesan Pertama

Harus diakui kami memang tidak memiliki ekspektasi yang tinggi terhadap PES 2015. Apalagi selama beberapa tahun terakhir, FIFA memang lebih populer. Harapan kami adalah Konami memperbaiki gameplay dan meningkatkan kualitas visual, khususnya karena ini kali pertama mereka tampil di konsol new-gen. Itu saja! Namun ternyata, setelah mencoba beberapa jam, PES 2015 terasa sangat menarik. Performa Fox Engine di konsol new-gen mampu memberikan visual menawan dengan detail wajah tiap pemain yang boleh dibilang, luar biasa. Memang belum sampai ke kesimpulan akhir, tapi menurut opini kami, gameplay-nya pun lebih baik dibanding PES 2014. AI lawan dan rekan satu tim patut diacungi jempol. Gerakan dalam mengontrol bola, dribbling, shooting, passing, heading, tackling, reaksi pemain menanggapi setiap kejadian di lapangan, ekspresi wajah, dan yang lainnya cukup realistis. Satu hal yang kurang adalah soal atmosfer pertandingan. Konami tidak memberi visualisasi yang maksimal sehingga teksturnya masih kasar. Selain itu,jarang terderang yel-yel ikonik yang seharusnya bisa membuat pertanding lebih hidup. Di samping itu, komentatornya cenderung masih membosankan. Lisensi masih menjadi kendala. Di Liga Inggris, hanya Manchester United berlisensi penuh. Meski begitu, masih banyak klub-klub lainnya dari liga-liga besar dunia yang bisa Anda mainkan, seperti Liga Spanyol, Liga Italia, tim-tim dari Asia, tim-tim dari Amerika Latin, dan sebagainya. Beberapa mode tersedia untuk dimainkan, mulai dari Exhibition, Master League, UEFA Champions League, MyClub, Become a Legend, dan yang lainnya. Sulit untuk menyimpulkan bagus atau tidaknya sebuah game dalam waktu bermain yang singkat. Bagi yang ingin tahun lebih lanjut, tunggu review lengkapnya pekan depan. Sementara itu, simak dulu beberapa screenshot yang telah kami kumpulkan berikut ini.

PS: Klik Gambar untuk Memperbesar!

WORLD SOCCER Winning Eleven 2015_20141113083601 WORLD SOCCER Winning Eleven 2015_20141113083827 WORLD SOCCER Winning Eleven 2015_20141113084054 WORLD SOCCER Winning Eleven 2015_20141113084858 WORLD SOCCER Winning Eleven 2015_20141113101504 WORLD SOCCER Winning Eleven 2015_20141113101805 WORLD SOCCER Winning Eleven 2015_20141113102500 WORLD SOCCER Winning Eleven 2015_20141113104241 WORLD SOCCER Winning Eleven 2015_20141113110432 WORLD SOCCER Winning Eleven 2015_20141113110859 WORLD SOCCER Winning Eleven 2015_20141113112022 WORLD SOCCER Winning Eleven 2015_20141113084238 WORLD SOCCER Winning Eleven 2015_20141113085549

Review Heroes of the Storm (Alpha): Ini Baru MOBA Beda!

$
0
0
Heroes of the Storm - jagatplay (13)

Heroes of the Storm - jagatplay (13)

Heroes of the Storm - jagatplay (1) Publisher mana yang tidak akan tertarik untuk terjun ke pasar MOBA? DOTA 2 dan League of Legends sudah membuktikan dengan sangat jelas, bahwa genre yang mengusung mekanik gameplay kompleks dan sangat menuntut kerjasama para pemainnya ini memang menjadi ladang yang sangat menguntungkan. Dengan kondisi pertempuran yang tidak pernah sama dengan kombinasi beragam serangan yang mungkin tercipta, basis fans MOBA tidak ragu untuk menghabiskan ribuan jam untuk menikmati game ini, berulang-ulang. Selama proses balancing berjalan dengan optimal dan nyaman untuk dinikmati, gamer MOBA sudah teruji tidak ragu untuk mengeluarkan uang dari dompet mereka untuk beragam item kosmetik atau karakter favorit yang terus dirotasi. Anehnya, terlepas dari beragam usaha yang lahir, hegemoni DOTA 2 dan League of Legends hampir tidak bisa dipatahkan. Banyak publisher yang mengira bahwa menciptakan sekedar sebuah “klon” dengan tema, setting, dan desain karakter yang berbeda akan cukup untuk menarik sebagian porsi gamer kedua game MOBA raksasa ini. Namun nyatanya, selama tidak ada keunikan yang ditawarkan, terutama di sisi gameplay, tidak akan ada gamer yang peduli. Dari semua proyek serupa, boleh terbilang hanya SMITE saja yang berhasil eksis karena gaya third person shooter yang ia usung. Apakah ini berarti MOBA stagnan? Bahwa gamer di genre ini tidak lagi bisa menerima proyek baru? Jika ada jawaban dari kedua pertanyaan besar ini, maka hanya Blizzard yang memilikinya. Setelah bertarung soal nama dan hak dagang yang ada, Blizzard mengumumkan proyek MOBA mereka – Heroes of the Storm beberapa waktu yang lalu. Terintegrasi ke dalam akun Battle.net Anda, Blizzard mulai membagikan undangan bagi gamer untuk mulai mengikuti masa alpha yang ada, dan tentu saja berkontribusi lewat serangkaian feedback yang mungkin dihasilkan. Kami kebetulan mendapatkan kesempatan tersebut. Sebagai seorang gamer yang begitu mencintai DOTA 2 dan seringkali dengan proyek “klon” lain yang ternyata tidak semenarik yang dibayangkan, ada sedikit rasa pesimis bahwa Heroes of the Storm akan mampu menawarkan sesuatu yang baru. Namun apa yang kami dapatkan? Sebuah kejutan yang tidak pernah diprediksikan sebelumnya. Sebuah kejutan yang membuat niat awal kami yang sekedar  hanya untuk mencicipi, menjadi adiksi main tanpa henti selama lebih dari 6 jam. Lantas, apa yang ditawarkan oleh Heroes of the Storm ini? Mengapa kami menyebutnya sebagai sebuah MOBA yang berbeda?

Pertemukan Semesta Blizzard di Satu Ruang!

Sempat disebut sebagai "DOTA Blizzard" di masa lalu, Heroes of the Storm adalah game MOBA yang mempertemukan karakter-karakter unik lintas franchise raksasa Blizzard. Apa yang paling Anda pikirkan ketika tengah membicarakan Blizzard? Hampir sebagian besar dari kita sangat mengerti bahwa terlepas dari popularitas yang ia miliki, Blizzard termasuk developer dengan jumlah franchise raksasa yang sangat minim. Kita mungkin hanya mengenal Warcraft, Starcraft, dan Diablo yang konsisten mendapatkan update dan konten baru, terlepas dari usianya yang menua. Menariknya lagi, Blizzard selalu menjadikan setiap seri dari franchise ini sebagai ladang uang yang begitu efektif. Puluhan juta gamer di seluruh dunia menyumbangkan uang setiap bulan lewat World of Warcraft, tidak berkeberatan dengan micro-transaction di Hearthstone, dan ekstra Diablo 3 untuk semua platform yang tersedia. Jumlah keuntungan yang cukup untuk membuat roda ekonomi mereka berputar kencang. Sekarang bayangkan, apa yang terjadi, jika tiga franchise populer ini melebur ke dalam satu nama saja? Maka Anda menemukan Heroes of the Storm. Berbeda dengan konsep DOTA dari IceFrog yang sebagian besar asetnya didasarkan pada monster atau karakter dari Warcraft, Heroes of the Storm mempertemukan semua karakter ikonik dari Warcraft, Starcraft, dan Diablo ke dalam ruang yang sama, tentu saja dengan gameplay unik MOBA yang akan kita bahas lebih dalam nanti. Mereka juga tidak menahan diri untuk memilah siapa saja yang akan bergabung dalam pertempuran epik.  Maka Anda akan menemukan Sarah Kerrigan dan Illidan bertarung bahu-membahu, melawan Diablo dan Arthas di pihak yang lain. Tidak hanya karakter-karakter ikonik seperti ini saja, mereka bahkan menjadikan Siege Tank – unit milik Terran dari Starcraft sebagai karakter playable. Anda akan bertemu dengan karakter-karakter familiar dari Starcraft, Warcraft, dan Diablo di dalamnya. Tidak hanya sekedar kosmetik, setiap karakter ini juga hadir dengan desain, kepribadian, skill yang berangkat dari identitasnya di seri original. Bagian terbaik dari peleburan karakter ini? Tidak hanya sekedar menawarkan variasi dalam sekedar bentuk, Blizzard juga memastikan setiap karakter ini memuat kepribadian, tingkah laku, dan tentu saja – gerakan original yang memang mendefinisikan setiap karakter ini. Serah Kerrigan misalnya memiliki skill yang bisa memanggil zergling kecil, Nova dengan sniper-nya yang mematikan, dan Stiches (atau mungkin Anda lebih mengenalnya sebagai Pudge) dengan Hook-nya yang mampu mengubah jalannya pertempuran. Setiap karakter ini bertarung dengan gaya dan alasan mengapa mereka sempat menjadi karakter favorit Anda di seri original mereka masing-masing. Blizzard mengumpulkan mereka di satu tempat, memastikan mereka semua memiliki peran dan kemampuan yang seimbang, dan melakukan hal tersebut dengan begitu luar biasa.

Preview Assassin’s Creed Unity: Dunia Indah Penuh Limitasi!

$
0
0
Assassin's Creed® Unity_20141114090812

Assassin's Creed® Unity_20141114090812

Assassin's Creed® Unity_20141113220806 Gamer mana yang tidak menantikan kehadiran Assassin’s Creed Unity di tahun 2014 ini? Setelah performa Black Flag yang berhasil menciptakan pengalaman bermain yang cukup inovatif dan adiktif di saat yang sama, antisipasi terhadap seri terbaru – Unity tentu saja tinggi. Apalagi Ubisoft selama ini mengklaimnya sebagai seri perdana untuk platform generasi terbaru dengan optimalisasi perangkat keras yang lebih maksimal. Performa Playstation 4, Xbox One, dan PC yang lebih kuat dan absennya rilis di platform generasi sebelumnya berarti kesempatan untuk menciptakan sebuah dunia Assassin’s Creed yang baru tanpa lagi menahan diri. Menjadikan Revolusi Perancis sebagai setting utama, kesempatan untuk mencicipi Assassin’s Creed Unity secara langsung akhirnya tiba. Namun sayangnya, impresi pertama yang ia tawarkan ternyata tidak se-luar biasa yang dibayangkan.

Kesan Pertama

Sebagai sebuah game yang diklaim ditujukan untuk platform generasi terbaru, Assassin’s Creed Unity memang tampil cukup memesona secara visual, terutama dari kualitas desain kota dan tata cahaya yang ia tawarkan. Klaim bahwa ia akan menawarkan setting paling luas dan padat di sepanjang sejarah franchise ini terbukti nyata. Paris terlihat menawan dengan landmark-landmark ikoniknya yang dipresentasikan dengan penuh detail, di tengah siraman cahaya yang terasa begitu halus dan tepat. Ditambah dengan kesempatan untuk menjelajahi sisi interior banyak bangunan yang ada, AC Unity menawarkan sebuah dunia yang belum pernah ada di seri Assassin’s Creed sebelumnya. Apalagi Ubisoft juga menyuntikkan ribuan NPC untuk mewakili kondisi Revolusi Perancis yang lebih tepat. Namun sayangnya, keputusan ini ternyata berakhir menjadi bencana tersendiri. Dunia luas, dengan ekstra ruang interior, dan ribuan NPC yang bisa dimuat dalam satu layar berarti memaksa PC atau konsol melakukan proses rendering yang tidak ringan. Sebagai hasilnya, framerate menjadi indikator yang tidak bisa dipastikan. Diklaim berjalan di 30fps 900p, AC Unity versi PS4 yang menjadi basis preview kami ini, berjalan tidak stabil. Kami bahkan sempat mengalami permainan yang patah-patah karena framerate super rendah ketika memasuki Notre Dame untuk pertama kalinya. Ubisoft juga terbukti tidak melakukan pemograman yang mumpuni untuk AI para NPC dan musuh yang ada. Beberapa glitch seperti penduduk kota yang melayang atau AI musuh yang tidak mengenali Anda sebelum terlalu dekat jadi catatan tersendiri. Bagian yang paling buruk? Ubisoft seolah kehilangan akal sehat mereka. Ada beberapa peti berisikan harta karun yang menuntut Anda untuk mengunduh aplikasi mobile AC Unity supaya bisa dibuka. Ubisoft juga menyuntikkan mekanisme microtransactions untuk membeli senjata, equipment, dan proses upgrade. Sebuah praktik yang tentu saja sangat disayangkan, mengingat harga jualnya yang sudah masuk dalam kategori harga sebuah game AAA. Membayar penuh dan masih berhadapan dengan microtransactions? Tidak ada hal lagi yang lebih menyebalkan bagi seorang gamer. Ubisoft juga menyuntikkan beberapa mekanik gameplay eksplorasi dan pertempuran yang baru, selain beragam equipment yang kini akan mempengaruhi kemampuan Arno – sang karakter utama secara langsung. Salah satu yang paling signifikan adalah kemampuan untuk melakukan parkour untuk turun, dan tidak hanya naik. Namun seperti masalah yang kami sebut sebelumnya, sistem ini juga belum sempurna. Tidak jarang parkour turun Anda justru berakhir membuat diri Anda tersangkut atau melahirkan gerakan yang terlihat absurd. Sistem pertempuran untungnya, terasa lebih sempurna dan menantang dibandingkan seri-seri sebelumnya. Bagian terbaiknya mengakar pada luas wilayah yang kini juga diakomodasi oleh segudang side mission yang bahkan cukup membuat Anda sibuk tanpa henti, melupakan sang cerita utama. Sembari menunggu waktu yang lebih proporsional untuk melakukan review nantinya, izinkan kami melemparkan screenshot di bawah ini untuk membantu Anda mendapatkan sedikit gambaran. Semoga saja, sebelum proses review meluncur nanti, Ubisoft sudah siap dengan patch kedua untuk setidaknya, menyelesaikan beberapa masalah yang harus diakui, cukup mencederai pengalaman bermain yang seharusnya lebih menggugah. Patch it fast, Ubisoft!

PS: Klik Gambar untuk Memperbesar!

Assassin's Creed® Unity_20141113173847 Assassin's Creed® Unity_20141113174753 Assassin's Creed® Unity_20141113220918 Assassin's Creed® Unity_20141113221436 Assassin's Creed® Unity_20141113230544 Assassin's Creed® Unity_20141113231026 Assassin's Creed® Unity_20141114000953 Assassin's Creed® Unity_20141114003916 Assassin's Creed® Unity_20141114004328 Assassin's Creed® Unity_20141114091158 Assassin's Creed® Unity_20141114132806 Assassin's Creed® Unity_20141114142459 Assassin's Creed® Unity_20141114142552 Assassin's Creed® Unity_20141114144449 Assassin's Creed® Unity_20141114145111 Assassin's Creed® Unity_20141114162202
Viewing all 1742 articles
Browse latest View live