Hampir sebagian besar gamer sepertinya sudah mengenal nama Outlast, terlepas apakah mereka punya keberanian untuk mencicipinya atau tidak. Mengambil formula game action yang tak memungkinkan sang karakter utama untuk melawan dan hanya bisa “hidup” dengan berlari dan bersembunyi, game racikan Red Barrels ini berakhir fantastis karena kemampuannya menawarkan atmosfer yang terasa begitu tepat. Satu yang menarik? Ia juga ditutup dengan cerita sci-fi yang cukup solid untuk sebuah game yang menjadikan horror sebagai daya tarik utama. Kini, mereka kembali dengan seri kedua yang mereka janjikan akan hadir dengan pendekatan yang jauh lebih menyeramkan.
Anda yang sempat membaca artikel preview kami sebelumnya sepertinya sudah punya sedikit gambaran soal apa yang ditawarkan oleh Outlast 2 ini. Terlepas dari fakta ia masih menggunakan Unreal Engine 3 yang terhitung “lawas” sebagai basis, Red Barrels berhasil memodifikasinya dengan begitu optimal. Outlast 2 hadir dengan kualitas visualisasi yang jauh lebih mumpuni, bahkan mencapai kualitas foto-realistis di beberapa titik. Sementara dari sisi gameplay, Anda kini dihadapkan pada dunia yang lebih terbuka dan luas, dengan tema utama yang juga berbeda.
Lantas, apa yang sebenarnya ditawarkan oleh Outlast 2 ini? Mengapa kami justru menyebut seri terbaru ini tak lebih baik? Review ini akan membahas lebih dalam untuk Anda.
Plot
Untuk kedua kalinya, Anda akan berperan sebagai seorang jurnalis di franchise Outlast. Di Outlast 2 ini, bersama dengan istri Anda yang setia – Lynn, Anda akan berperan sebagai Blake Langermann. Tugas untuk melakukan proses investigasi menyeluruh terhadap tewasnya seorang wanita hamil secara misterius bernama Jane Doe membawa Anda masuk ke dalam teritori Arizona yang misterius. Namun untuk alasan yang misterius, helikopter yang Anda tumpangi bersama Lynn tiba-tiba mengalami masalah teknis dan terjatuh.
Terbangun dari kondisi tak sadarkan diri selama beberapa waktu, Anda menemukan helikopter yang sempat Anda tumpangi kini berubah menjadi kobaran api raksasa di permukaan tanah. Usaha untuk mencari istri Anda – Lynn di antara reruntuhan tersebut justru menghadapkan Anda pada mimpi yang bahkan lebih buruk. Si pilot yang sebelumnya hidup, kini terikat di atas tiang kayu dengan kulit tubuh yang sudah menghilang darinya. Pelan tapi pasti, Anda mulai mengerti bahwa Anda kini berhadapan dengan situasi yang tak pernah Anda bayangkan sebelumnya. Bahwa kisah untuk mencari Jane Doe ini mulai berubah menjadi kisah untuk bertahan hidup.
Blake terjebak di dalam konflik di antara dua kelompok yang sama gilanya. Di satu sisi, ada sekte sesat pimpinan Sullivan Knoth yang meyakini bahwa anti-Christ (Iblis) akan lahir dari rahim salah satu wanita di sekitar daerah tersebut, dan menjadi misinya lah, untuk memastikan setiap bayi yang lahir dari mereka tewas. Sementara dari sisi lain, tak sedikit yang mulai menyadari “kesalahan” Knoth tersebut dan mulai membangkang, menyebut diri mereka sebagai “The Heretics”. Dipimpin oleh Val, mereka justru ingin Anti-Christ ini hadir dan membawa akhir dunia. Sebuah konsep yang gila memang, namun apa yang ia lihat secara langsung membuat Blake harus percaya, bahwa ia memang tengah terjebak di neraka dunia.
Sementara di sisi lain, Blake juga berhadapan dengan sebuah halusinasi dari masa lalu yang terus muncul begitu ia berhadapan dengan saat-saat genting. Haluninasi ini membawanya ketika ia masih mudah dan mengenyam sekolah awal. Lorong sekolah sepi dengan kelas penuh bangku kosong jadi tema utama. Di dalamnya, Blake selalu bertemu dengan seorang anak perempuan yang sempat menjadi temannya dan Lynn – Jessica. Sebuah nama yang sudah lama ia dengar ataupun ingat sama sekali. Sama seperti yang harus ia rasakan di dunia nyata, horror juga menjadi bagian tak terpisahkan dari halusinasinya ini.
Lantas, mampukah Blake menyelamatkan Lynn dan selamat dari mimpi buruk ini? Bagaimana pula cerita seri kedua ini berkaitan dengan seri pertamanya? Siapa pula Jessica? Semua jawaban dari pertanyaan tersebut bisa Anda jawab dengan memainkan Outlast 2 ini.