MOBA memang harus diakui merupakan salah satu genre paling kompetitif di industri game. Berbeda dengan genre lain yang masih mungkin untuk dimainkan seorang diri, MOBA memang didesain untuk dimainkan dalam tim, dan menjadikan kerjasama sebagai salah satu kunci esensial untuk menikmatinya. Kerjasama, kompleksitas permainan, dan gameplay yang memang senantiasa membawa Anda dalam situasi genting melawan gamer dari belahan dunia yang lain memang daya tarik yang sulit untuk ditolak. Mereka yang sudah menguasai mekanik dasarnya akan dengan mudah terperangkap dalam pesona yang satu ini. Apalagi jika kita membicarakan produk ambisius dari Valve – DOTA 2.
Sebuah artikel menarik atau curahan hati, Anda bebas menentukan. Namun sebagai seorang gamer yang cukup aktif di dunia “per-DOTA 2-an”, mekanisme reward dan punishment yang diterapkan oleh Valve untuk menciptakan komunitas yang lebih sehat ternyata tidak berjalan sebaik yang dibayangkan. Para pemain yang seringkali dipaksa untuk berkompromi dan bekerja dalam tim, menghapuskan ego masing-masing untuk memastikan sebuah tim yang mampu menawarkan kombo serangan lebih mumpuni ternyata terus meninggalkan serangkaian masalah. Alih-alih menegangkan atau menyenangkan, ada begitu banyak momen spesifik yang akan dengan mudah menghancurkan pengalaman yang ada. Apalagi jika Anda bertemu dengan gamer-gamer DOTA 2 yang super menyebalkan.
Walaupun tidak dapat digeneralisasi apakah hal yang serupa juga terjadi di game MOBA lain sekelas LoL dan HON yang tidak familiar bagi kami, namun inilah 10 tipe gamer DOTA 2 yang menurut JagatPlay, paling menyebalkan:
10. Last Hero Pick
Terlepas dari fakta bahwa ia seringkali menggabungkan gamer yang asing satu sama lain di dalam satu match yang sama, DOTA 2 (atau mungkin game MOBA) sebenarnya memiliki satu norma “tidak tertulis”, dimana Anda harus cukup beradaptasi dengan hero gamer lainnya untuk memastikan kombinasi yang tepat atau sekedar mengisi peran yang masih belum cukup. Kekesalan ekstra seringkali dihasilkan dari game-gamer yang seolah tidak mengerti konsep yang satu ini, apalagi ketika mereka menjadi picker untuk hero terakhir dalam tim. Sebagai contoh? Mereka tetap bersikukuh untuk menggunakan hero bertipe Carry ketika empat hero lainnya sudah diposisikan sebagai Carry dan lebih membutuhkan support. Atau tidak? Ketika ia masih menggunakan hero melee ketika empat lainnya melee. Lebih buruknya? Sang last picker ini memilih Random. What the..
9. Voice Chat Abuser
Dukungan voice chat untuk membantu gamer mengkoordinasikan gerakan dan serangan tentu saja menjadi tambahan fitur yang luar biasa di DOTA 2. Namun alih-alih menjalankan fungsi ini dengan semestinya, ada banyak gamer yang justru membuatnya tidak berbeda dengan layanan VoIP. Lebih buruknya? Ketika mereka mulai bertukar bahasa asing yang tidak dapat Anda mengerti, dalam volume yang keras, dan tidak memiliki signifikansi apapun dalam pertempuran yang Anda jalani. Mengkombinasikannya dengan kata-kata makian? Mimpi buruk tersendiri.
8. Solo Player
Berbagi tugas, uang, dan experience memang menjadi salah satu kendala di DOTA 2. Gamer yang sudah mengetahui perannya dengan sangat baik akan menjalankan tugas utama dalam tim dengan baik pula. Namun tidak jarang, banyak gamer DOTA 2 yang seringkali lupa bahwa sebuah game MOBA adalah game yang memang didesain untuk menjadikan pertempuran tim sebagai hal yang paling esensial. Pertempuran 5 lawan 5, lewat serangkaian kombinasi skill dan serangan akan menentukan siapa yang berada di atas angin dan yang berpotensi kalah. Namun sayangnya, Anda akan bertemu dengan banyak gamer yang memainkan DOTA 2 seperti sebuah game single-player di konsol. Bermain di line sendiri, mengejar experience dan gold sendiri, tidak pernah sekalipun bergabung dalam pertempuran tim ketika bertahan atau menyerang, dan justru terbunuh ketika berusaha melawan tim musuh beranggotakan 5 orang sendirian benar-benar mengesalkan.
7. Character Tester
Seperti halnya ketertarikan para penduduk di kota besar ketika sebuah mall resmi dibuka dan banjir pengunjung di minggu-minggu pertama, fenomena yang satu ini juga terjadi di DOTA 2 setiap kali sebuah patch terbaru membawa satu atau dua karakter baru ke dalam arena. Anda akan secara konsisten bertemu dengan hero-hero baru ini di dalam setiap match yang Anda temui. Masalahnya? Tidak jarang Anda akan menemukan gamer yang memainkan semua hero ini dengan modal penasaran dan nekat tanpa skill sama sekali. Hasilnya? Mereka berubah menjadi feeder dan tidak bisa memainkan hero-hero baru ini dengan standar skill yang mungkin berkontribusi signifikan dalam pertarungan. Cukup untuk membuat Anda geleng-geleng kepala dan bahkan mengumpat kecil.