“Call of Duty? Lagi? Meh.”, reaksi yang satu ini memang harus diakui, selalu mengemuka dari mulut banyak gamer setiap kali Activision memperkenalkan seri terbaru Call of Duty ke pasaran. Kritik bahwa Activision terlalu mengeksploitasi franchise yang satu ini secara berlebihan memang menjadi pemandangan umum yang selalu terjadi setiap tahun, dan Activision tidak pernah terlihat ambil pusing. Mengapa? Karena terlepas dari reaksi negatif yang ada, performa penjualan selalu berkata lain. Call of Duty, terlepas apapun serinya, selalu menjadi ladang uang gemuk yang kian mengukuhkan posisi Activision sebagai publisher raksasa yang tidak bisa dipandang sebelah mata. Walaupun demikian, bukan berarti mereka tidak berbenah diri. Untuk menjaga status dan kualitas Call of Duty sebagai franchise tahunan, Activision kini menunjuk tiga developer berbeda dengan sistem siklus untuk menciptakan inovasi yang memang mutlak dibutuhkan. Salah satu contoh pertama dari sistem ini adalah proyek teranyar dari Sledgehammer Games – Call of Duty: Advanced Warfare.
Anda yang sempat membaca preview kami sebelumnya tentu saja sudah punya sedikit gambaran soal nilai jual seperti apa yang ditawarkan oleh seri terbaru yang satu ini. Disebut-sebut sebagai proyek perdana yang memang dimaksimalkan untuk platform generasi terbaru dan PC, COD – Advanced Warfare memang hadir dengan kualitas visualisasi yang jauh lebih mumpuni dibandingkan seri sebelumnya, namun sayangnya, tidak dengan kualitas yang hadir sejajar dengan game lain yang mengusung status yang sama. Tema perang futuristik yang ia usung memang melahirkan penerapan banyak mekanisme baru, terutama dari penggunaan armor Exoskeleton yang memungkinkan karakter untuk melakukan beragam aksi di luar manusia pada umumnya. Mode multiplayer dan kooperatif juga ditawarkan di seri terbaru yang satu ini.
Lantas apa yang sebenarnya ditawarkan oleh COD – Advanced Warfare ini? Mengapa kami menyebutnya sebagai sebuah perang tahunan yang tetap seru? Review ini akan membahasnya lebih dalam untuk Anda.
Plot
Bukan Call of Duty namanya jika ia tidak mampu memuat jalinan cerita yang dramatis dan epik ala film Hollywood, yang selalu melibatkan konflik dalam skala dunia yang menyeramkan. Usaha untuk menghidupkan kekacauan, mengibarkan bendera ideologi secara paksa, hingga konspirasi tingkat tinggi untuk mendapatkan kekuasaan yang mutlak menjadi pemandangan yang umum dari franchise andalan Activision yang satu ini. Hal sama yang juga Anda temukan di Call of Duty: Advanced Warfare.
Anda akan berperan sebagai seorang Marine bernama Jack Mitchell yang tengah berjuang menangkal invasi Korea Utara dengan persenjataan modernnya ke Korea Selatan. Bersama dengan sang sahabat karib – Will Irons dan petingginya – Cormack, Mitchell ternyata harus berhadapan dengan tragedi terbesarnya. Di tengah sebuah situasi genting yang sangat menentukan arah jalannya pertempuran, Will Irons meregang nyawa bersama dengan Mitchell yang terhempas jauh karena ledakan yang ada. Mitchell selamat, namun ia harus kehilangan tangan kirinya.
Kondisi cacat tentu saja membuat Mitchell tidak bisa lagi berfungsi maksimal sebagai seorang Marines. Di tengah pemakaman sang sahabat, ia didekati oleh ayah Will Irons – Jonathan Irons yang mengepalai sebuah organisasi militer swasta bernama Atlas. Mengetahui karirnya yang sudah berakhir, Irons mengajak Mitchell masuk sebagai anggota Atlas – dengan iming-iming sebuah tangan buatan robotik yang akan membuatnya kembali berfungsi sebagai seorang manusia normal. Irons ingin memastikan sahabat sang anak ini bisa memaksimalkan potensinya sebagai seorang prajurit.
Di tengah usahanya untuk berjuang maksimal di Atlas, dunia kini berhadapan dengan ancaman baru yang tidak kalah mengkhawatirkan – sebuah organisasi teroris tanpa ampun bernama KVA yang dipimpin oleh seorang bernama Hades. Misi Hades sendiri terdengar sangat gila dan tidak masuk akal, untuk menghentikan ketergantungan manusia pada teknologi, atau secara sederhana – menghancurkan peradaban dunia yang sudah begitu maju. Serangan demi serangan yang dilakukan oleh KVA akhirnya memaksa Atlas untuk tidak tinggal diam. Di bawah perintah Irons, Mitchell dan sang teman baru – Gideon terlibat dalam aksi untuk berburu Hades dan menghancurkan KVA. Sayangnya, rencana KVA ternyata sudah tidak lagi bisa dibendung. Mereka berhasil menghancurkan puluhan reaktor nuklir di seluruh dunia dan membawa banyak negara besar berhadapan dengan kekacauan yang luar biasa.
Di tengah kebingungan dan rasa panik inilah, Atlas muncul sebagai penyelamat. Dengan teknologi canggih yang mereka miliki, bahkan melampaui teknologi militer yang dimiliki oleh pemerintahan raksasa seperti Amerika Serikat, Atlas menjadi “payung pelindung” dunia. Tidak hanya mendestribusikan layanan kesehatan secara terpadu untuk membantu mereka yang tercemar radiasi nuklir, Atlas juga berusaha membangun kembali peradaban yang sempat luluh lantak dan tentu saja – menyeret Hades ke akhir hidupnya. Semuanya di bawah bendera perusahaan militer swasta tersebut, mendorong Jonathan Irons sebagai manusia paling berkuasa di dunia dengan kemampuan militer dunia yang tiada dua. Namun seperti halnya kata pepatah, pria selalu berubah dan tunduk akan tiga hal: harta, tahta, dan wanita, dan Irons pun tidak luput dari kelemahan yang satu ini.
Lantas, bagaimana sepak terjang Atlas setelah tragedi nuklir tersebut? Motif apa yang sebenarnya mendorong Jonathan Irons untuk “menyelamatkan” dunia? Aksi seperti apa yang harus dilalui oleh Mitchell, Gideon, dan kawan-kawannya? Semua jawaban dari pertanyaan ini tentu saja bisa Anda temukan dengan memainkan COD – Advanced Warfare ini.