Anda yang cukup mengikuti berita game selama beberapa minggu terakhir ini, mungkin akan sudah sangat familiar dengan kata “Destiny” – judul game baru racikan Bungie Studios dan Activision. Bagaimana tidak? Antisipasi yang begitu besar memang melahirkan begitu banyak pencapaian yang luar biasa, dari judul game baru tersukses di Inggris sejauh ini, game dengan tingkat pre-order tertinggi sepanjang masa, hingga penjualan USD 500 juta hanya dalam 1 hari saja! Sepak terjang Bungie yang sudah membangun Halo – salah satu game FPS konsol terbaik yang pernah ada tentu saja menjadi alasan utama. Satu yang pasti, Destiny memancing rasa penasaran yang tinggi, apalagi setelah beragam klaim yang sempat dilemparkan selama masa promosi. Kini kesempatan untuk menjajalnya secara langsung akhirnya tiba!
Anda yang sudah sempat membaca preview kami sebelumnya, terutama impresi masa beta yang sempat diluncurkan beberapa waktu lalu, tentu saja sudah punya cukup gambaran apa yang ditawarkan Destiny secara garis besar. Secara visual, ia tampil memesona, terutama lewat desain setting yang ditawarkan. Setiap planet hadir dengan tema dan atmofer yang berbeda, dengan beragam efek tata cahaya yang menawan. Sementara di sisi gameplay, Destiny menawarkan mekanik yang serupa dengan frnachise milik 2K – Borderlands, sebuah game FPS berbau RPG yang kental. Namun satu yang menarik, game ini didesain untuk berfungsi hanya ketika Anda memiliki koneksi internet yang stabil. Apakah ini berarti menempatkan Destiny sebagai sebuah game MMO, tunggu dulu. Ada banyak hal yang harus dipertimbangkan sebelum kita tiba di kesimpulan yang satu ini.
Lantas apa yang sebenarnya ditawarkan oleh Destiny? Mengapa kami menyebutnya sebagai sebuah hype game yang tidak sepadan? Review ini akan membahasnya lebih dalam untuk Anda.
Plot
Terlepas dari posisinya yang penting atau tidak, plot memang menjadi sesuatu yang esensial dalam video game, setidaknya untuk menjelaskan latar belakang yang mendorong karakter utama Anda melakukan segala sesuatunya. Hal inilah yang mungkin terjadi dengan Destiny. Ia menjadi satu dari sedikit game FPS yang tidak menjadikan plot sebagai kekuatan utama, terutama karena desain gameplay yang akan kita bahas nanti.
Umat manusia harus berterima kasih kepada sang bola raksasa berwana putih nan misterius – The Traveler. Tidak ada yang memahami apa sebenarnya objek masif yang satu ini dan apa tujuannya, namun satu yang pasti, ia membantu manusia mencapai kualitas hidup yang belum pernah ada sebelumnya. The Traveler memungkinkan manusia untuk mencapai teknologi luar biasa untuk menjelajahi luar angkasa, bergerak dari bintang ke bintang lainnya, mencapai masa keemasan yang luar biasa. Namun sayangnya, The Traveler juga menjadi awal dari bencana luar biasa yang disebut sebagai “The Collapse”.
Setiap koloni yang dimiliki manusia mulai hancur perlahan, namun pasti, oleh sebuah kekuatan misterius lain yang disebut sebagai The Darkness. Kondisi begitu fatal, hingga manusia harus mundur dan akhirnya kembali ke bumi, menjadikannya sebagai basis pertahanan terakhir dengan The Traveler sebagai poros kekuatan utama. Sebuah pasukan khusus yang disebut The Guardians pun dibangun untuk memastikan keberlangsungan eksistensi manusia sebagai sebuah ras. Tidak hanya senjata api, para The Guardians ini juga memiliki kekuatan khusus bernama “The Light”. Namun sayangnya, The Traveler sendiri mengorbankan nyawanya untuk mencapai tujuan mulia ini.
Guardian pun menjadi ujung tombak manusia untuk membangun kembali peradaban yang hilang, merebut kembali tanah yang kini jatuh ke tangan para makhluk asing yang juga saling berperang demi mendapatkan kekuasaan di dalamnya, sekaligus menjadi satu-satunya kunci benteng pertahanan Tower – kota terakhir manusia. Tugas yang harus Anda pikul sebagai salah satu Guardians.
Lantas apa sebenarnya The Darkness? Mampukah manusia merebut kembali peradaban mereka yang sudah hilang selama berabad-abad? Bagaimana konflik ini akan berakhir? Jawaban dari semua pertanyaan ini akan bisa Anda jawab dengan memainkan Destiny ini.