Sebuah franchise yang sepertinya akan dengan mudah menentukan seberapa “tuanya” umur Anda dengan hanya sekedar membicarakannya. Gamer yang lahir di bawah tahun 90-an dan besar di tahun 90-an ketika Indonesia baru kedatangan siaran televisi swasta setelah hanya bisa menikmati TVRI dan iuran bulanannya akan menyebutnya sebagai “Ksatria Baja Hitam”. Sementara mereka yang lahir lebih muda mungkin akan memanggilnya sebagai “Kamen Rider” – nama sesungguhnya dari seri original Jepangnya. Namun hampir semuanya, lintas generasi, sepertinya tidak akan asing lagi dengan pahlawan yang satu ini. Apalagi jika Anda termasuk gamer yang cukup mengikuti produk-produk dari negara matahari terbit tersebut. Kisah kepahlawanan, persahabatan, dan pertarungan yang akan membuat Anda setidaknya tergoda untuk berteriak satu kata, “Henshin!”.
Dengan semua formula yang ia tawarkan, sepertinya menjadi sesuatu yang mustahil untuk tidak melihat sebuah game adaptasi Kamen Rider ke platform generasi saat ini. Tidak ada lagi developer dan publisher yang lebih tepat untuk melakukannya selain Bandai Namco. Walaupun publisher super sibuk yang satu ini terkadang menghasilkan sebuah produk yang tak istimewa, namun untuk para fans, kesetiaan mereka untuk menawarkan konten yang serupa dengan source material yang ada memang pantas untuk diacungi jempol. Maka bagi apra penggemar Kamen Rider, tidak ada lagi yang lebih menggoda selain mencicipi seri terbaru – Climax Fighters. Game yang seperti namanya, memang memuat pertarungan antar para Kamen Rider ikonik sebagai fokus.
Lantas, apa yang sebenarnya ia tawarkan? Mengapa kami menyebutnya sebagai sebuah game yang butuh berubah? Review ini akan membahasnya lebih dalam untuk Anda.
Tanpa Campaign
Sebuah pendekatan yang kami harap, tidak berakhir menjadi sebuah kelatahan yang diadaptasikan Bandai Namco di semua game fighting mereka selanjutnya. Fakta bahwa kasus yang sama di Gundam Versus juga terjadi di Kamen Rider: Climax Fighters ini tentu saja cukup mengecewakan. Benar sekali, game ini juga hadir tanpa mode campaign. Ada dua kemungkinan alasan mengapa hal ini terjadi: pertama, bisa jadi karena seperti halnya Gundam Versus, ia memang berfokus untuk menawarkan pengalaman multiplayer sebagai daya tarik utama. Kedua? Absennya mode campaign berarti hilangnya kesibukan dan kebutuhan untuk meracik dan merencanakan cerita yang solid, cut-scene yang epik, atau sekedar voice acting yang mumpuni di atasnya. Dengannya, Bandai Namco bisa melepas game ini lebih cepat ke pasaran. Untuk saat ini, sulit untuk memutuskan yang mana yang menjadi basis pengambilan keputusan untuk Climax Fighters ini.
Namun bukan berarti, game ini tidak punya mode single player. Jika di Gundam Versus, Anda dihadapkan pada mode survival yang meminta Anda untuk melindungi dari musuh yang datang per gelombang, maka di Climax Fighters, Bandai Namco menerapkan formula yang lebih sederhana. Ia hadir dengan sebuah mode bernama “Missions” yang akan meminta Anda untuk melompat dari satu pertempuran ke pertempuran lainnya, mengikuti tema dari setiap misi itu sendiri. Sebagian besar berakhir menundukkan lawan Anda dalam beragam format pertempuran, misi-misi ini juga dibagi ke dalam beragam tingkat kesulitan. Di mode yang satu ini, Anda juga tidak bisa memilih Kamen Rider mana yang ingin Anda gunakan. Semuanya sudah ditentukan dari awal.
Maka, selain untuk berburu trophy yang mungkin penting bagi beberapa gamer Playstation 4, mode Missions ini juga memberikan sedikit landasan cerita yang sayangnya, disajikan dalam bentuk non-interaktif dan statis. Anda akan melihat dua Kamen Rider atau lebih yang berbicara dalam bentuk teks untuk memberikan sedikit kejelasan soal apa yang terjadi, yang kemudian langsung diikuti terjun ke dalam aksi itu sendiri. Kemenangan untuk setiap misi yang ada juga akan menghadiahi Anda beragam item kosmetik sesuai dengan Kamen Rider yang Anda gunakan untuk menundukkannya, yang bisa Anda sematkan dan gunakan untuk Avatar Anda ketika Anda bermain online. Tidak ada yang istimewa di sana.
Maka, bagi Anda yang memang mencari game ini untuk mendapatkan sebuah mode cerita sinematik ala Street Fighter, Tekken 7, atau Injustice 2 misalnya, Anda akan berakhir kecewa. Sama seperti halnya yang terjadi di Gundam Versus, ia berakhir tak banyak berbeda dengan mode skirmish tanpa cerita yang menarik untuk Anda perhatikan. Ini hanya jadi ruang terbaik untuk bertukar pukulan dengan para AI, sekaligus belajar soal apa yang bisa / tidak bisa dilakukan oleh Kamen Rider spesifik yang memang harus Anda gunakan di sana.